Rabu 02 Sep 2020 14:34 WIB

Upaya IDI Analisis Penyebaran Covid-19 di Tenaga Medis

Analisa penyebaran Covid-19 bertujuan bantu cegah jatuhnya korban tenaga medis.

Sejumlah tenaga medis beristirahat dengan mengenakan alat pelindung diri di Instalasi Gawat Darurat khusus penanganan COVID-19 di RSUD Arifin Achmad, Kota Pekanbaru, Riau, Jumat (5/6). Meninggalnya 100 dokter dan 70 perawat akibat Covid-19 membuat IDI akan melakukan analisa penyebaran Covid-19 di tenaga medis. Upaya tersebut diharap bisa bantu mencegah tenaga medis terpapar Covid-19.
Foto: Antara/FB Anggoro
Sejumlah tenaga medis beristirahat dengan mengenakan alat pelindung diri di Instalasi Gawat Darurat khusus penanganan COVID-19 di RSUD Arifin Achmad, Kota Pekanbaru, Riau, Jumat (5/6). Meninggalnya 100 dokter dan 70 perawat akibat Covid-19 membuat IDI akan melakukan analisa penyebaran Covid-19 di tenaga medis. Upaya tersebut diharap bisa bantu mencegah tenaga medis terpapar Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Meninggalnya 100 orang dokter akibat Covid-19 akan ditindaklanjuti dengan upaya analisis penyebaran virus corona. Langkah tersebut diambil untuk mencegah ada lagi dokter dan tenaga kesehatan yang meninggal karena Covid-19.

Baca Juga

Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akan melakukan analisis pola penyebaran Covid-19 pada tenaga medis mengingat tingginya angka kematian dokter akibat virus tersebut. "Ini penting bagaimana kami membuat sebuah langkah untuk melakukan perlindungan dan keselamatan kepada tenaga medis," kata Wakil Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi saat dihubungi di Jakarta, Rabu (2/9).

Dalam waktu dekat PB IDI akan melihat lebih jauh apa saja penyebab kematian 100 dokter di Tanah Air selain terpapar Covid-19. Hal itu bisa merujuk kepada potensi-potensi risiko di dalam pelayanan maupun komunitas termasuk apakah ada faktor komorbiditas.

Sebab, ujar dia, dari data yang meninggal ada juga tenaga medis yang tidak melakukan penanganan secara langsung. "Jadi ini yang akan kita analisis pola penyebaran yang terjadi," katanya.

Secara umum, dari analisis awal yang telah dilakukan, kematian tenaga medis akibat Covid-19 tidak hanya semata-mata karena alat proteksi diri. Namun, kata dia, persoalan tersebut lebih terkait kepada standardisasi sistem pelayanan dan regulasi selama pandemi Covid-19.

Kemudian, di dalamnya terdapat pula persoalan beban kerja yang harus dikerjakan oleh para dokter atau tenaga medis dalam melayani pasien Covid-19. "Ini juga menyangkut jam kerja dan jam istirahat yang dibutuhkan. Inilah yang harus dibuatkan sebuah regulasi yang bagus supaya bisa mengatur jam kerja," ujarnya.

Seharusnya, ujar Adib, di masa pandemi ini bukan menambah beban kerja tenaga medis namun lebih kepada mengatur beban kerja. Ke depan IDI akan melakukan penghitungan kemampuan sumber daya manusia untuk mencarikan solusi terbaik.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pula ucapan belasungkawa atas meninggalnya para tenaga medis saat menangani pandemi Covid-19. Presiden juga memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada tenaga medis yang bekerja keras sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Untuk menekan angka penularan, pemerintah pun mengajak masyarakat agar disiplin menjalankan protokol kesehatan secara ketat.

"Memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak agar rumah sakit dan tenaga medis tidak kewalahan dalam menangani pasien Covid-19, dan berakibat kurang baik kepada tenaga medis," ujar Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman dalam pernyataan resminya, Rabu (2/9).

Pemerintah, kata dia, juga meminta rumah sakit agar disiplin menerapkan sistem shift atau pembatasan jam kerja untuk para tenaga medis. "Pemerintah menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk melindungi tenaga medis kita, termasuk APD lengkap dan insentif," tambah dia. Saat ini, pemerintah tengah berupaya untuk menyediakan vaksin Covid dengan menjalin kerja sama riset dan produksi antarlembaga.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito meminta agar jam kerja tenaga kesehatan dibatasi sehingga tak menyebabkan kelelahan dan menurunkan kondisi kesehatan tenaga medis. “Jumlah rasio dokter dan pasien yang ditangani di rumah sakit juga harus dikendalikan dengan cara waktu jam kerja juga dibatasi agar tidak timbul kelelahan pada tenaga kesehatan,” ujar Wiku saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (1/9).

Pemerintah, kata dia, terus mendorong seluruh rumah sakit dan juga layanan kesehatan agar dokter dan tenaga kesehatan dilindungi dengan alat pelindung diri yang berkualitas. Seluruh tenaga medis pun harus mengenakan alat pelindung diri saat menangani pasien.

Menurut Wiku, saat ini memang terjadi peningkatan jumlah penggunaan tempat tidur di beberapa rumah sakit, khususnya di DKI Jakarta. Pada 28 Agustus kemarin, persentase keterpakaian tempat tidur isolasi pun mencapai 69 persen, sedangkan persentase keterpakaian tempat tidur ICU dari 67 rumah sakit rujukan mencapai 77 persen.

Pemerintah mendorong agar tingkat keterpakaian tempat tidur ini dapat diturunkan hingga di bawah 60 persen. Yakni dengan cara memindahkan pasien dengan kasus sedang dan ringan ke RS Wisma Atlet sehingga tempat tidur baik untuk ICU dan ruang isolasi dapat dimanfaatkan untuk pasien Covid lainnya.

“Demikian pula untuk yang positif dengan gejala ringan dirawat di RS Wisma Atlet, dan untuk isolasi mandiri yang terpusat juga ditempatkan di RS Wisma Atlet apabila tidak ada tempat isolasi mandiri untuk masyarakat,” jelas dia.  

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mencatat kematian akibat penularan virus corona di Indonesia ternyata di atas rata-rata dunia. Per 30 Agustus 2020, persentase kematian akibat Covid-19 di Tanah Air tercatat sebesar 4,27 persen.

"Jumlah kematian di Indonesia masih diatas rata-rata dunia. Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama," ujar Tim Pakar Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah saat mengisi konferensi virtual BNPB bertema Covid-19 dalam Angka, Rabu (2/9).

Ia mengakui,  kemajuan untuk menurunkan kematian akibat Covid-19 di Indonesia berjalan cukup lambat. Ini terlihat dari persentase kematian akibat Covid-19 Indonesia per 16 Agustus 2020 yaitu 4,39 persen, sedangkan kematian di dunia yaitu 3,54 persen.

Kemudian, per 23 Agustus 2020, persentase kematian akibat Covid-19 di Indonesia 4,4 persen, sedangkan persentase kematian dunia 3,45 persen. Terbaru, persentase kematian akibat Covid-19 di Tanah Air per 30 Agustus 2020 yaitu 4,27 persen versus persentase kematian tingkat dunia sebesar 3,36 persen.

Padahal, pihaknya mengaku ingin mengejar kematian bisa serendah mungkin. Bahkan, dia melanjutkan, sebisa mungkin bisa tidak ada kematian atau minimal di bawah rata-rata dunia.

"Sebab, penanganan kesehatan kita belum mumpuni, jadi diusahakan supaya tidak sakit sehingga tidak perlu merepotkan fasilitas kesehatan. Sebab, pasti fasilitas pelayanan kesehatan tidak akan bisa mengakomodir pasien kalau ramai-ramai ikut tertular Covid-19," katanya.

Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak nomor empat di dunia, ia meminta semua pihak ikut mengukur kapasitas fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Ia mengajak masyarakat memahami mengapa jangan sampai tertular, jangan sampai sakit, dan jangan sampai harus pergi ke rumah sakit.  

Dewi meminta masyarakat ikut mencegah supaya tidak tertular dengan cara 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan pakai sabun. "3 M adalah obat yang paling baik untuk pencegahan penularan virus," katanya.

photo
10 Daerah Zona Merah Empat Pekan Berturut-turut - (Data Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement