REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemerintah Turki menyatakan keprihatinan atas keputusan Serbia merelokasi kedutaan besarnya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Menurutnya, langkah itu melanggar hukum internasional.
"Setiap negara yang memindahkan kedutaannya ke Yerusalem jelas merupakan pelanggaran hukum internasional," kata Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan, dikutip laman kantor berita Palestina WAFA pada Ahad (6/9).
Turki menyerukan semua negara mematuhi resolusi PBB terkait status Yerusalem. Ankara meminta mereka menahan diri untuk mengambil langkah-langkah yang membuat perdamaian Israel-Palestina semakin sulit.
"Telah berulang kali ditekankan dalam berbagai resolusi PBB bahwa masalah Palestina hanya dapat diselesaikan dengan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya," kata Kementerian Luar Negeri Turki.
Pada Jumat (4/9) lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan bahwa Serbia telah setuju memindahkan kedutaan besarnya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. AS diketahui merupakan negara pertama di dunia yang melakukan hal tersebut pada Mei 2018. Itu merupakan wujud pengakuan AS bahwa Yerusalem merupakan wilayah sekaligus ibu kota Israel.
Langkah AS kala itu menuai kecaman dari negara-negara Arab dan Islam. Washington dinilai telah melanggar berbagai resolusi internasional terkait Yerusalem.