REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China mengumumkan inisiatif untuk menetapkan standar global keamanan data. Negeri Tirai Bambu mengatakan ia mempromosikan multikulturalisme di bidang itu saat 'negara tertentu memburu dan merundung' perusahaan negara lain.
Inisiatif yang diumumkan Menteri Luar Negeri dan Anggota Dewan Negara China Wang Yi ini disampaikan satu bulan setelah Amerika Serikat (AS) menyerang perusahaan teknologi China. AS mengatakan mereka sedang membersihkan aplikasi China yang 'tak bisa dipercaya' dalam program yang disebut 'Jaringan Bersih'.
"Peraturan keamanan data global yang mencerminkan harapan semua negara dan menghormati kepentingan semua pihak harus dicapai dengan partisipasi dasar universal semua pihak," kata Wang, Selasa (8/9).
Inisiatif itu mengajak perusahaan-perusahaan teknologi mencegah produk dan jasa mereka memiliki pintu belakang yang membuat data pengguna dapat diambil secara ilegal. Dalam gerakan ini, China juga mendorong perusahaan teknologi menghormati kedaulatan, yurisdiksi dan hak pengelolaan data negara lain.
China juga meminta perusahaan teknologi tidak menggunakan teknologi informasi untuk terlibat dalam pengawasan skala besar atau mengambil data warga asing secara ilegal. Belum diketahui sifat dasar inisiatif itu atau apakah akan ada perusahaan dari negara lain yang akan ikut bergabung.
"Sejumlah negara individu dengan agresif mengejar unilateralisme, melemparkan air kotor ke negara lain dengan dalih 'kebersihan' dan menggelar perburuan global perusahaan terdepan negara lain dengan dalih keamanan, ini perundungan terang-terangan dan harus dilawan dan ditolak," kata Wang.
Pemerintah China mengendalikan internet di negara itu dengan ketat melalui program yang disebut Great Firewall. Teknologi yang menghalangi akses masyarakat China untuk membuka situs-situs Amerika seperti Twitter, Facebook, dan Google.
Dengan alasan keamanan pemerintah Presiden AS Donald Trump mengincar perusahaan-perusahaan teknologi raksasa China seperti Huawei Technologies, Tencent Holdings dan pemilik aplikasi TikTok yakni ByteDance. Pemerintah AS menuduh perusahaan-perusahaan itu mencuri data penggunanya, tuduhan yang dibantah dengan tegas perusahaan-perusahaan tersebut.