REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Dua belas warga Hong Kong ditangkap saat mereka berlayar ke Taiwan untuk mencari suaka politik. Otoritas China menangkap mereka pada 23 Agustus setelah mencegat sebuah kapal di lepas pantai Provinsi Guangdong.
Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam mengatakan, pihaknya akan mencoba memberikan bantuan untuk membebaskan 12 warga yang ditangkap tersebut. Namun, jika mereka terbukti melanggar aturan di China daratan, maka mereka akan menghadapi hukum sesuai dengan yang diterapkan di wilayah itu.
“Pertanyaannya bukanlah tentang mendapatkan (mereka) kembali. Jika penduduk Hong Kong ini ditangkap karena melanggar aturan di (China) daratan, maka mereka harus ditangani sesuai dengan hukum (China) daratan dan sesuai dengan yuridiksi sebelum hal lain dapat terjadi," ujar Lam dalam konferensi pers, Selasa (8/9).
Lam menambahkan, pemerintahnya memiliki tugas untuk memberikan bantuan kepada penduduk Hong Kong yang menghadapi berbagai macam situasi di luar negeri. Menurutnya, kantor perwakilan pemerintah Hong Kong di Guangzhou akan berupaya untuk memberikan bantuan dan bekerja sama dengan otoritas China daratan.
Otoritas China daratan maupun Hong Kong belum secara terbuka mengkonfirmasi siapa saja yang telah ditangkap. Namun media lokal mengidentifikasi beberapa dari mereka yang ditangkap menghadapi tuntutan karena terlibat dalam aksi protes pro-demokrasi pada 2019 lalu.
Seorang pria bernama Andy Li bersama dengan seorang lainnya yang memiliki kewarganegaraan ganda yakni Hong Kong dan Portugis belum lama ini ditangkap berdasarkan undang-undang keamanan nasional. Penjaga Pantai Guangdong mengumumkan penangkapan itu di media sosial pada 26 Agustus.
Penjaga pantai tersebut mengatakan, dua orang yang ditangkap itu bermarga Li dan Tang, tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Tidak diketahui tuduhan apa yang mereka hadapi selain kemungkinan tudingan melakukan penyebrangan ke perbatasan secara ilegal.