REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Presiden Tsai Ing-wen menyerukan aliansi demokrasi untuk mempertahankan diri dari tindakan agresif dan melindungi kebebasan, Selasa (8/9). Pernyataannya mengacu pada tindakan China di Laut China Selatan dan Selat Taiwan sebagai ancaman utama bagi stabilitas regional.
"Militerisasi cepat Laut China Selatan, meningkatnya dan seringnya taktik zona abu-abu di Selat Taiwan dan Laut China Timur, diplomasi koersif yang digunakan terhadap negara dan perusahaan, semuanya membuat kawasan Indo-Pasifik tidak stabil," kata Tsai tanpa langsung menyebut China.
Dia mengajak negara-negara demokrasi untuk menghadapi situasi tersebut. "Sudah waktunya bagi negara-negara yang berpikiran sama serta teman-teman demokratis di kawasan Indo-Pasifik dan sekitarnya untuk membahas kerangka kerja guna menghasilkan upaya yang berkelanjutan dan bersama untuk mempertahankan tatanan strategis yang menghalangi tindakan agresif sepihak," ujarnya.
Tsai menyerukan strategi yang menghindari perang. Namun menyampaikan tekad untuk melindungi demokrasi dengan mendorong kerja sama, transparansi, dan penyelesaian masalah melalui dialog.
Sebelumnya Tsai memperingatkan tentang potensi pecahnya konflik yang tak disengaja akibat ketegangan di Laut China Selatan LCS dan sekitar Taiwan. Dia menyarankan agar komunikasi antara para pihak tetap dijaga guna menghindari hal yang tak diinginkan.
“Risiko konflik membutuhkan pengelolaan yang cermat oleh semua pihak terkait. Kami berharap dan berharap bahwa Beijing akan terus menahan diri sesuai dengan kewajiban mereka sebagai kekuatan regional utama,”kata Tsai dalam forum yang diselenggarakan the Australian Strategic Policy Institute pada 27 Agustus.
Kendati demikian, Tsai tak menampik bahwa Taiwan perlu memperkuat kemampuan pertahanannya. Hal itu telah menjadi prioritas dari pemerintahannya. "Kami melakukan ini karena kami tahu bahwa dalam kaitannya dengan situasi kami saat ini, kekuatan dapat dikaitkan dengan pencegahan. Ini juga mengurangi risiko petualangan militer," katanya.
Taiwan merupakan masalah teritorial China yang paling sensitif. Beijing mengklaim bahwa wilayah itu merupakan salah satu provinsinya dan bagian yang tak terpisahkan dari negaranya. Namun Taiwan menolak tunduk dan bergabung dengan China. Tsai Ing-wen bahkan mengatakan bahwa Taiwan sudah menjadi negara merdeka dengan nama resmi Republik China.