REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengumumkan kemajuan untuk mengakhiri blokade tiga tahun Qatar oleh negara-negara Arab akan dibuat dalam beberapa pekan, Rabu (9/9). Meski begitu, perlu kehati-hatian karena belum ada perubahan yang mendasar.
Diplomat tinggi Departemen Luar Negeri untuk Timur Tengah, David Schenker, mengatakan hingga saat ini belum ada perubahan dalam pembicaraan yang akan segera menghasilkan resolusi. "Saya tidak ingin membahas seluruh diplomasi di dalamnya, tetapi ada beberapa gerakan. Saya ingin mengatakan bahwa ini akan menjadi masalah berminggu-minggu," katanya.
Perselisihan terjadi sejak 2017 ketika Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, Bahrain, dan Mesir memberlakukan boikot terhadap Qatar. Langkah ini memutuskan hubungan diplomatik dan transportasi.
Negara-negara yang memboikot itu menetapkan 13 tuntutan termasuk menutup jaringan media Aljazirah, menutup pangkalan militer Turki, menurunkan hubungan dengan Iran, dan memutuskan hubungan dengan Ikhwanul Muslimin. Mereka menuduh Qatar mendukung terorisme dan klaim itu telah dibantah.
"Tidak ada perubahan mendasar yang ... kami akan membuka pintu sekarang. Tetapi dalam pembicaraan kami, kami mendeteksi sedikit lebih banyak fleksibilitas, jadi kami berharap kami dapat mendekatkan kedua belah pihak dan akhiri ... gangguan ini," kata Schenker.
Schenker mengatakan Washington telah terlibat dalam upaya untuk mengakhiri keretakan di tingkat tertinggi, termasuk Presiden Donald Trump dan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo. Upaya serupa pun telah dilakukan Kuwait tapi belum membuahkan hasil.
Trump yang memiliki hubungan dekat dengan para pemimpin Saudi dan UEA awalnya berpihak pada Qatar, tetapi sejak itu AS berusaha meredakan ketegangan. Washington memiliki pangkalan udara utama di luar ibu kota Qatar, Doha.
Pemerintahan Trump telah meningkatkan diplomasi di Teluk karena berusaha menunjukkan pencapaiannya menjelang pemilihan November. Dalam beberapa pekan terakhir, AS menandatangani kesepakatan dengan UEA untuk secara resmi menormalkan hubungannya dengan Israel dan telah bekerja secara terpisah dengan Qatar untuk bernegosiasi dengan Taliban di Afghanistan.