Kamis 10 Sep 2020 20:16 WIB

Perusahaan Myanmar Diduga Terlibat Kekerasan Etnis Rohingya

Hubungan perusahaan Myanmar dengan militer jadi alasan keterlibatan kekerasan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
 Salah seorang peserta aksi membawa poster yang mengutuk kebiadaban militer Myanmar terhadap warga Rohingya di depan Kedubes Myanmar, Jakarta, Jumat (8/9).
Foto: AP/Tatan Syuflana
Salah seorang peserta aksi membawa poster yang mengutuk kebiadaban militer Myanmar terhadap warga Rohingya di depan Kedubes Myanmar, Jakarta, Jumat (8/9).

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON — Perusahaan Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL) diduga terlibat dalam aksi kekerasan terhadap etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine. Hubungan MEHL dengan militer Myanmar menjadi alasan di balik keterlibatan tersebut. 

Organisasi hak asasi manusia (HAM) Amnesty International mengungkapkan seluruh dewan MEHL ditempati oleh pejabat militer senior, baik yang masih aktif maupun pensiunan. Unit militer, termasuk divisi tempur yang ditugaskan di Rakhine, memiliki sekitar sepertiga saham dari perusahaan tersebut. 

Baca Juga

Menurut Amnesty, militer Myanmar telah menerima dividen atau pendapatan sebesar 18 miliar dolar AS dari MEHL. Kepala Bisnis, Keamanan, HAM Amnesty International Mark Dummett mengungkapkan, beberapa pelaku yang terlibat pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya termasuk di antara penerima manfaat dari kegiatan bisnis MEHL. Informasi itu dia peroleh dari dokumen resmi yang dibocorkan Justice for Myanmar, sebuah kelompok aktivis yang mengampanyekan keadilan dan akuntabilitas bagi rakyat Myanmar. 

“Dokumen-dokumen ini memberikan bukti baru tentang bagaimana militer Myanmar mendapatkan keuntungan dari kerajaan bisnis MEHL yang luas dan menjelaskan bahwa militer serta MEHL terkait erat,” kata Dummett, dikutip laman Aljazirah, Kamis (10/9). 

Dokumen tersebut memberikan informasi tentang pembayaran dividen tahunan yang cukup besar. Dana itu telah diterima para pemegang saham sejak MEHL didirikan pada 1990. Terdapat 381.636 pemegang saham individu. Seluruhnya bertugas atau pensiunan militer. Ada pula 1.803 pemegang saham “institusional” yang terdiri dari komando regional, divisi, batalion, pasukan, dan asosiasi veteran perang. 

Selama 20 tahun, total laba yang diberikan kepada para pemegang saham mencapai 107 miliar kyat Myanmar atau setara 18 miliar dolar AS. Sebanyak 16 miliar dolar AS di antaranya ditransfer ke unit militer, termasuk yang beroperasi di Rakhine. 

Panglima militer tertinggi Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing adalah salah satu penerima keuntungan atau laba MEHL. Menurut Amnesty, antara 2010 dan 2011, ia memiliki lima ribu saham dan menerima pembayaran sekitar 250 ribu dolar AS. Jenderal Min Aung Hlaing dan MEHL belum memberikan komentar atas munculnya laporan ini. 

MEHL adalah perusahaan yang bergerak di beberapa sektor, antara lain pertambangan, manufaktur, dan perbankan. Ia bekerja sama dengan sejumlah perusahaan internasional dari China, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. 

Pada Agustus 2017, lebih dari 700 ribu orang Rohingya melarikan diri dari Rakhine dan mengungsi ke Bangladesh. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar melakukan operasi brutal untuk menangkap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). 

Masifnya arus pengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh segera memicu krisis kemanusiaan. Para pengungsi Rohingya terpaksa harus tinggal di tenda atau kamp dan menggantungkan hidup pada bantuan internasional. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement