Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi dan Menteri Luar Negeri India S Jaishankar bertemu di Moskow, Rusia pada hari Kamis (10/09).
Mereka bertemu dan mencoba untuk mengakhiri perselisihan selama berbulan-bulan di perbatasan yang tidak berdemarkasi di wilayah pegunungan Himalaya.
Dalam pertemuan tersebut tercapai lima poin kesepakatan yang diumumkan dalam sebuah pernyataan bersama, di mana salah satu poinnya adalah pasukan tentara Cina dan India harus segera melepaskan diri dan meredakan ketegangan.
Kedua menteri sepakat bahwa situasi di daerah perbatasan yang diperebutkan tersebut saat ini tidak menguntungkan kedua belah pihak.
Wang mengatakan kepada Jaishankar selama pertemuan bahwa "yang harus dilakukan saat ini adalah segera menghentikan provokasi seperti penembakan dan tindakan berbahaya lainnya yang melanggar komitmen, yang dibuat oleh kedua belah pihak," kata Kementerian Luar Negeri Cina dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat (11/09).
Wang juga mengatakan kepada Jaishankar bahwa semua personel dan peralatan yang telah masuk tanpa izin di perbatasan harus dipindahkan. Pasukan yang berada di kedua sisi daerah perbatasan “harus segera melepaskan diri” untuk meredakan situasi.
Konsesus yang dicapai di sela-sela kegiatan konferensi itu tercipta setelah terjadinya bentrokan di daerah perbatasan Himalaya barat pada awal pekan ini.
Benarkah perdamaian akan tercipta?
Namun sebuah tabloid yang diterbitkan surat kabar resmi Partai Komunis Cina, China Global Times melaporkan pada hari Rabu (09/09) bahwa Tentara Pembebasan Rakyat Cina (PLA) tengah memindahkan tentara, pembom, dan kendaraan lapis baja ke perbatasan.
Media pemerintah Cina baru-baru ini juga melaporkan latihan lompat bersenjata oleh pasukan terjun payung PLA di Tibet.
The Global Times mengatakan dalam editorial yang diterbitkan Kamis malam (10/09) bahwa setiap pembicaraan dengan India harus disesuaikan dengan "kesiapan perang".
"Pihak Cina harus sepenuhnya siap untuk mengambil tindakan militer ketika perundingan diplomatik gagal, dan pasukan garis depannya harus mampu menanggapi keadaan darurat, dan siap untuk berperang kapan saja," kata surat kabar itu.
ha/rap (Reuters)