REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Warga Rusia memberikan suara mereka dalam puluhan pemilihan daerah pada Ahad (13/8) ini. Diprediksi masyarakat akan menunjukkan ketidakpuasan terhadap partai berkuasa United Russia terutama setelah oposisi Kremlin, Alexei Navalny diduga diracun.
Sebelum diracun, lalu sakit parah dan dirawat di Jerman pada bulan lalu. Navalny berharap dapat menekan dukungan terhadap United Rusia yang menguasai pemilihan daerah. Ia meminta pendukungnya tidak memilih partai tersebut.
United Russia yang mendukung Presiden Vladimir Putin, mendominasi politik daerah. Tapi pemilihan ini digelar saat rasa frustasi masyarakat sudah memuncak karena upah buruh tidak naik-naik selama bertahun-tahun.
Pemerintah juga dianggap gagal mengatasi pandemi virus korona. Pemilihan ini mengisi 18 kursi gubernur dan sejumlah parlemen daerah dan dewan kota. Pemilihan daerah pekan ini juga dianggap menjadi ajang uji coba pemilihan parlemen bulan September tahun depan.
Pihak berwenang sudah menggelar pemungutan suara sejak hari Jumat (11/9). Pengawas pemilu independen Golos mengkritik keputusan tersebut karena menyulitkan proses pengawasan untuk menemukan pelanggaran di tempat pemungutan suara.
Bersama kritikus-kritikus Kremlin, rekan-rekan Navalny terus maju dengan strategi smart voting. Mereka mendukung dan turut berkampanye untuk hampir lebih dari ribuan politisi yang menurut mereka dapat mengalahkan kandidat dari partai berkuasa.
Strategi ini bertujuan mengganggu sistem politik yang kerap melarang musuh Kremlin mencalonkan diri dalam pemilihan umum. Sementara membiarkan kandidat yang lebih dapat bekerja sama untuk bersaing menuju kursi parlemen. Navalny dilarang membentuk partainya sendiri.
Aktivis anti-korupsi juga memiliki puluhan sekutu yang maju dalam pemilihan dewan kota Novosibirsk dan Tomsk di Serbia. Kota-kota itu menunjukkan tanda-tanda sikap anti-Kremlin.
Belum ada tanda-tanda unjuk rasa besar-besaran yang digelar warga kota Khabarovsk akan mereda. Warga kota turun ke jalan setelah gubernur mereka yang mengalahkan calon dari partai berkuasa dalam pemilihan tahun 2018 ditangkap pemerintah pusat.