REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Lebih dari 3.000 orang wilayah utara China telah didiagnosis mengalami infeksi bakteri, dikenal sebagai brucellosis. Ini disebabkan adanya wabah yang disebabkan oleh kebocoran di sebuah perusahaan biofarmasi pada tahun lalu.
Hampir 22 ribu orang di Lanzhou, Ibu Kota Gansu menjalani tes kesehatan dan 3.245 diantaranya dinyatakan kembali positif brucellosis. Komisi Kesehatan Nasional Lanzhou (NHC) mengatakan infeksi adalah zoonosis yang sangat menular, yang dapat disebabkan saat mengkonsumsi produk susu yang tidak dipasteurisasi, atau kontak dengan cairan tubuh hewan ternak, seperti sapi, kambing, domba, dan babi.
Dilansir Sky News, gejala infeksi meliputi suhu tinggi, kehilangan nafsu makan, berkeringat, sakit kepala, kelelahan ekstrem, serta nyeri punggung dan sendi. Dalam sebuah pernyataan, NHC mengatakan brucellosis pertama kali terdeteksi pada November 2019.
Infeksi bakteri ini pertama kali ditemukan setelah kebocoran yang disebabkan oleh knalpot yang terkontaminasi dari pabrik vaksin di Lanzhou. Dilaporkan bahwa insiden terjadi karena penggunaan disinfektan kadaluwarsa dari akhir Juli hingga pertengahan Agustus tahun lalu.
Staf di Institut Penelitian Hewan Lanzhou, sebuah lembaga Akademi Ilmu Pertanian China di dekat pabrik, terinfeksi-menurut laporan yang dirilis oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Provinsi Gansu pada akhir Desember.
NHC mengatakan sebagai tanggapan, 11 rumah sakit umum di kota menawarkan pemeriksaan dan perawatan gratis. Pemerintah daerah juga mengorganisir ahli psikologi medis untuk memberikan ceramah tentang infeksi dan mengurangi kecemasan masyarakat.
Izin pabrik untuk memproduksi vaksin brucella dicabut dan departemen produksinya saat ini ditutup. NHC mengatakan siapa pun yang didiagnosis akan mulai menerima kompensasi pada Oktober.
Brucellosis kembali muncul saat para ilmuwan China yang sedang mengerjakan vaksin untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) yang pertama kali ditemukan di Wuhan, hingga kemudian menyebar ke banyak negara di dunia dan menjadi pandemi saat ini.
Sinovac, perusahaan bioteknologi yang berbasis di Beijing, saat ini memiliki vaksinnya dalam uji coba tahap 2, dengan lebih dari 1.000 sukarelawan berpartisipasi. Perusahaan juga mengatakan sedang dalam pembicaraan awal untuk mengadakan uji coba tahap 3, bagian terakhir dari proses uji coba, di Inggris.