REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dianggap akan menjadi target militer Iran selama sisa masa hidupnya. Hal itu karena keterlibatan Trump dalam pembunuhan mantan komandan Pasukan Quds Mayor Jenderal Qassem Soleimani.
Peringatan tersebut ditulis Hossein Shariatmadari, pemimpin redaksi surat kabar Kayhan yang dikelola negara. Kayhan merupakan rekan sekaligus perwakilan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei di harian tersebut.
Dalam sebuah tulisannya yang diterbitkan pada Ahad (20/9), Shariatmadari menyatakan bahwa Trump akan terus menjadi sasaran militer Iran selama sisa hidupnya. "Trump akan tetap menjadi target terlepas dari apakah dia presiden atau tidak," katanya, dikutip laman Al Arabiya.
Pada Sabtu pekan lalu, Garda Revolusi Iran mengancam akan memburu semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Soleimani. Pada 13 September lalu situs berita Politico melaporkan bahwa Iran sedang merencanakan pembunuhan terhadap Duta Besar AS untuk Afrika Selatan (Afsel) Lana Marks. Hal itu dilakukan untuk membalas kematian mantan Soleimani.
Informasi tersebut diperoleh Politico dengan mengutip keterangan dua pejabat pemerintah yang mengetahui laporan intelijen terkait. Kedua sumber itu mengungkapkan, Marks menjadi target karena kedekatannya dengan Trump. Menurut laporan Politico, Marks telah diberi tahu tentang ancaman pembunuhan terhadapnya. Kedutaan Besar Iran di Afsel disebut terlibat dalam plot tersebut.
Laporan intelijen AS menyebutkan bahwa para pejabat di Washington telah mengetahui ancaman umum terhadap Marks sejak musim semi. Namun ancaman itu kian spesifik dalam beberapa pekan terakhir.
Laporan mencatat bahwa Iran menjalankan operasi klandestin di Afsel dan Marks mungkin lebih rentan daripada utusan AS di negara-negara lain. Sebab di tempat lain, Washington memiliki koordinasi keamanan yang lebih baik dengan otoritas lokal.
Tak lama setelah laporan itu muncul, Trump mengatakan setiap serangan Teheran akan dibalas seribu kali lipat oleh AS. "Setiap serangan oleh Iran, dalam bentuk apapun terhadap AS, akan bertemu dengan serangan terhadap Iran yang akan 1.000 kali lebih besar!" kata Trump melalui akun Twitter pribadinya pada 14 September lalu.
Soleimani tewas di Bandara Internasional Baghdad, Irak, pada Januari lalu. Dia dibunuh saat berada dalam konvoi Popular Mobilization Forces (PMF), pasukan paramiliter Irak yang memiliki kedekatan dengan Iran. Iring-iringan mobil mereka menjadi sasaran tembak pesawat nirawak Washington.
Perintah pembunuhan Soleimani datang langsung dari Trump. Dia mengklaim Soleimani memiliki rencana yang membahayakan para diplomat dan pasukan AS di Irak serta kawasan Timur Tengah. Oleh sebab itu, Washington membunuhnya. Peristiwa itu nyaris menyeret AS dan Iran dalam peperangan.