Selasa 22 Sep 2020 14:30 WIB

Skandal FinCEN Files: Mengungkap Transaksi Uang Kotor di Dunia

Skandal FinCEN Files: Mengungkap Transaksi Uang Kotor di Dunia

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Array
Array

Pergerakan uang kotor yang tidak terkendali mungkin tidak terdaftar sebagai ancaman langsung di tengah pandemi saat ini. Tetapi konsekuensinya sangat besar, karena para pedagang narkotika, penyelundup, dan skema Ponzi (investasi bodong) mengalihkan uang haramnya di luar jangkauan otoritas. Banyak penguasa dan industri memperkaya diri mereka secara tidak jujur, dan parahnya hal tersebut dibantu oleh sistem perbankan yang ada.

Pada tahun 2019, outlet media AS, BuzzFeed News, memperoleh bocoran dokumen keuangan Departemen Keuangan AS (USDT) dan membagikannya dengan Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ). Bocoran tersebut adalah FinCEN Files, dokumen dari biro regulasi USDT yang bertugas menjaga sistem keuangan - Jaringan Penegakan Kejahatan Keuangan (FinCEN).

Selama 16 bulan terakhir, 400 jurnalis dari 88 negara menggali dokumen tersebut, melakukan wawancara dengan penyelidik dan korban, mempelajari secara intens catatan pengadilan dan arsip, serta meninjau data jutaan transaksi yang terjadi antara 1999 dan 2017.

FinCEN (US Financial Crimes Enforcement Network) adalah Jaringan Penegakan Kejahatan Keuangan AS. Di badan itu petugas dari Departemen Keuangan AS memerangi kejahatan keuangan. Kekhawatiran tentang transaksi yang dilakukan dalam dolar AS perlu dikirim ke FinCEN, bahkan jika transaksi itu terjadi di luar AS.

Aktivitas yang dianggap mencurigakan dicatat dalam laporan aktivitas mencurigakan (Suspicious Activity Reports atau SAR). Ini adalah catatan pergerakan uang yang dikumpulkan dan diserahkan sendiri oleh bank-bank ke Departemen Keuangan AS, ketika mereka mencurigai adanya aktivitas mencurigakan. Dokumen tersebut mengungkap adanya jejak kompleks hampir 2 triliun dolar AS (Rp 28 ribu triliun) dari dana mencurigakan yang sedang diacak di seluruh dunia serta peran bank-bank itu sendiri.

Kegagalan bank

"Bukan pelaku kriminal itu sendiri yang mencuci uang tersebut. Jadi bank memiliki peran yang sangat penting karena mereka adalah sistem yang digunakan untuk memindahkan uang dari negara mereka (pelaku kriminal), ke tempat yang bagus dan aman," jelas Graham Barrow, seorang ahli pencucian uang, kepada ICIJ. "Kami semua akhirnya menanggung ini. Karena uang tersebut berasal dari pajak dan kontribusi kami kepada masyarakat," kata Barrow.

ICIJ, BuzzFeed News, dan mitra media termasuk jurnalis DW Pelin Ünker memeriksa lebih dari 2.100 SAR. Tim ICIJ memperoleh akses ke 17.600 catatan tambahan dengan tautan ke lembaga keuangan melalui Undang-Undang Kebebasan Informasi serta dari sumber lainnya selama proses pelaporan investigasi.

FinCEN Files adalah catatan USDT paling detail yang pernah bocor. Mereka mengungkapkan transaksi mencurigakan yang diproses oleh bank-bank besar termasuk Deutsche Bank, HSBC, JPMorgan Chase, dan Barclays.

SAR sendiri belum tentu menjadi bukti adanya kesalahan transaksi. SAR berlaku sebagai pengawas di dalam bank. Secara resmi dikenal sebagai petugas kepatuhan, orang-orang ini wajib melaporkan transaksi yang mungkin terkait dengan kejahatan keuangan, seperti pencucian uang atau penggelapan pajak, atau aktivitas yang melibatkan klien dengan orang-orang besar atau mereka yang pernah bermasalah dengan hukum.

USDT mewajibkan lembaga keuangan yang beroperasi di AS untuk mengajukan SAR ke FinCEN, ketika mereka memiliki alasan untuk mencurigai suatu transaksi yang mungkin melanggar peraturan. FinCEN ditugaskan untuk melindungi sistem keuangan dari aktivitas ilegal dan pencucian uang. Kegagalan untuk melaporkan SAR dapat membuat bank terkena denda atau penalti.

Menurut BuzzFeed News dan ICIJ, FinCEN menerima lebih dari dua juta laporan SAR pada tahun 2019. Antara 2011 dan 2017, unit kejahatan keuangan ini mengumpulkan lebih dari 12 juta laporan SAR. Investigasi ICIJ menemukan bahwa bank-bank besar menyelesaikan transaksi lebih dari dua triliun dolar AS (Rp 28 ribu triliun) yang mencurigakan. Dengan kata lain, bank melaporkan aktivitas mencurigakan setelah melakukan transaksi.

Sebagian besar SAR dalam FinCEN Files berasal dari sejumlah bank kenamaan dunia: Deutsche Bank (982), Bank of New York Mellon (325), Standard Chartered (232), JPMorgan Chase (107), Barclays (104) dan HSBC (73). Bank-bank ini melaporkan lebih dari 85% laporan SAR dari dokumen yang bocor.

Mengutuk bocornya FinCEN Files

Menanggapi kebocoran ini, FinCEN menolak berkomentar. Sebaliknya, mereka mengutuk kebocoran dokumen tersebut.

Ketua Dewan FinCEN USDT, Jimmy Kirby, menanggapi BuzzFeed News bahwa "pengungkapan SAR yang tidak sah dapat mengganggu investigasi penegakan hukum yang sedang berjalan atau di masa mendatang yang melibatkan informasi yang terdapat dalam SAR." Membocorkan dokumen "memungkinkan pelaku kriminal membuang bukti yang relevan dengan mengetahui adanya investigasi atau kemungkinan investigasi; dan menempatkan saksi dan korban pada risiko kekerasan fisik."

Kirby juga mengatakan bahwa "pengungkapan yang tidak sah memiliki efek mengerikan pada lembaga pengarsipan yang…mungkin kurang bersedia untuk melaporkan informasi yang dapat ditindaklanjuti ke FinCEN karena takut informasi itu akan dipublikasikan secara tidak sah."

Juru bicara Divisi Kriminal Departemen Kehakiman AS, Matt Lloyd mengatakan kepada ICIJ: "Departemen Kehakiman AS tetap pada tugasnya dan terus berkomitmen untuk secara agresif menyelidiki dan menuntut kejahatan keuangan - termasuk pencucian uang - di mana pun kami menemukannya."

Nama-nama besar

Puluhan nama tokoh terkemuka muncul dalam FinCEN Files ini. Salah satunya adalah Paul Manafort, mantan manajer kampanye Donald Trump, yang dipidana karena penipuan dan penggelapan pajak. JP Morgan melaporkan bahwa pihaknya memindahkan uang antara Manafort dan perusahaan cangkang (perusahaan aktif tetapi tampak seperti tidak terlihat mempunyai kegiatan usaha ataupun aset) baru-baru ini pada bulan September 2017.

Lain halnya dalam kasus Atiku Abubakar. Mantan wakil presiden Nigeria didakwa oleh komite Senat Nigeria karena mengalihkan lebih dari100 juta dolar AS (Rp 1,4 triliun) dari dana pengembangan minyak. Bertahun-tahun setelah tuduhan korupsi terhadap suaminya muncul, Rukaiyatu Abubakar memindahkan lebih dari 1 juta dolar AS (Rp 14 miliar) uang suaminya melalui Bank Habib ke sebuah perusahaan di Uni Emirat Arab (UEA) untuk membeli apartemen di Dubai. Atiku Abubakar tidak pernah dihukum dan membantah melakukan kesalahan.

Selain itu ada pedagang emas keuturunan Iran-Turki, Reza Zarrab. Pada 2017, Zarrab divonis bersalah atas tuduhan penipuan, pencucian uang, dan menghindari sanksi AS terhadap Iran di hadapan Pengadilan Distrik Federal AS di New York. SAR dalam FinCEN Files mendokumentasikan bagaimana dia dan jaringannya mentransfer dana melalui lembaga keuangan yang berbasis di AS.

Pada Juni 2016, tiga bulan setelah Zarrab ditangkap, Standard Chartered mengajukan serangkaian Laporan Aktivitas Mencurigakan (SAR) selama satu dekade transaksi bank yang melibatkan Zarrab dan jaringannya. Pada bulan Oktober, Standard Chartered mengajukan laporan lain, mencatat transaksi senilai 133 juta dolar AS (Rp 1,86 triliun) ke jaringan Zarrab.

Enggan memberi tahu asal sumber

BuzzFeed News belum mengomentari dari mana mereka mendapatkan bocoran dokumen ini. Beberapa dokumen dikumpulkan sebagai bagian dari penyelidikan komite kongres AS terhadap campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden AS 2016. Dokumen lainnya adalah hasil permintaan FinCEN dari lembaga penegak hukum.

Pada bulan Januari, Natalie Mayflower Sours Edwards, seorang karyawan FinCEN, divonis bersalah karena mengungkap secara tidak sah Laporan Aktivitas Mencurigakan atau SAR. Jaksa penuntut mengatakan materi yang dia ungkapkan muncul di sekitar 12 artikel yang diterbitkan. Jaksa penuntut tidak menyebutkan media mana tempat artikel tersebut dipublikasikan.

Marc Agnifilo, pengacara Edwards pada saat persidangannya bulan Januari silam, mengatakan bahwa dia tidak memiliki niat buruk dalam mengungkap informasi tersebut: "Dia berpendapat bahwa beberapa fakta kritis tidak ditangani dengan benar oleh badan-badan pemerintah yang mana menjadi tanggung jawab mereka," ungkap Agnifilo, yang kini tidak lagi mewakili Edwards.

"Dia pergi ke media dan berkata jika saya tidak bisa mempercayai pemerintah untuk menangani ini, saya pikir saya bisa mempercayai media untuk menanganinya dan membawanya untuk menjadi perhatian rakyat Amerika."

Kontributor: Will Fitzgibbon, Emilia Diaz-Struck, dan rekanan ICIJ lainnya.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement