Selasa 22 Sep 2020 02:13 WIB

Sehari Dipasang, Plakat Simbol Demokrasi Thailand Dicabut

Plakat menampilkan gestur salam hormat tiga jari yang menjadi simbol pro demokrasi.

Rep: Abdurrahman Rabbani/ Red: Nidia Zuraya
 Pengunjuk rasa pro-demokrasi mengangkat tiga jari, simbol penghormatan perlawanan saat unjuk rasa di Sanam Luang di Bangkok, Thailand, Minggu, 20 September 2020. Ribuan demonstran yang menduduki lapangan bersejarah di ibu kota Thailand semalam melanjutkan unjuk rasa di Minggu untuk mendukung tuntutan gerakan protes yang dipimpin mahasiswa untuk pemilihan baru dan reformasi monarki.
Foto: AP/Gemunu Amarasinghe
Pengunjuk rasa pro-demokrasi mengangkat tiga jari, simbol penghormatan perlawanan saat unjuk rasa di Sanam Luang di Bangkok, Thailand, Minggu, 20 September 2020. Ribuan demonstran yang menduduki lapangan bersejarah di ibu kota Thailand semalam melanjutkan unjuk rasa di Minggu untuk mendukung tuntutan gerakan protes yang dipimpin mahasiswa untuk pemilihan baru dan reformasi monarki.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK — Sebuah plakat penghormatan perjuangan demokrasi di Thailand telah dicabut kurang dari 24 jam setelah dipasang oleh pengunjuk rasa anti-pemerintah di lapangan kerajaan di Bangkok. Plakat itu dipasang sebagai penanda deklarasi bahwa Thailand milik rakyat dan bukan milik Raja saja.

Seperti dilansir dari AP, Senin (21/9), plakat itu dipasang pada Ahad (20/9) di Sanam Luang, lapangan bersejarah di ibu kota tempat puluhan ribu orang berkumpul dengan damai selama akhir pekan. Aksi demonstrasi selama dua hari itu adalah yang aksi unjuk rasa terbesar di Thailand pada tahun ini. Para pengunjuk rasa menyerukan pemilihan baru dan reformasi monarki.

Baca Juga

Usai plakat itu dipasang, orang-orang mengantre untuk berfoto disampingnya. Plakat itu menampilkan gestur salam hormat tiga jari yang menjadi simbol para demonstran pro-demokrasi di Thailand.

Para demonstran di Thailand semakin berani dalam menyuarakan tuntutan mereka, dalam rangkaian unjuk rasa menentang pemerintah yang didominasi militer dan menentang kerajaan yang telah berlangsung selama dua bulan terakhir.

Unjuk rasa semacam ini mendobrak pandangan tabu sejak lama soal sikap mengkritik Kerajaan Thailand yang dianggap ilegal di bawah Undang-undang (UU) lese majeste.

Seorang petugas di kantor polisi terdekat mengatakan Departemen Seni Rupa pemerintah dan Pemerintah Kota Bangkok mengajukan pengaduan bahwa pengunjuk rasa telah menghancurkan situs arkeologi dan menyerahkan plakat tersebut kepada kami untuk digunakan sebagai bukti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement