Senin 21 Sep 2020 20:01 WIB

Sekjen PBB Desak Gencatan Senjata Dilanjutkan

Berlanjutnya gencatan senjata dinilai mendukung penanggulangan Covid-19

Red: Nur Aini
Sekjen PBB, Antonio Guterres
Foto: AP/K.M. Chaudary
Sekjen PBB, Antonio Guterres

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres akan mendesak para pimpinan negara untuk meneruskan gencatan senjata sampai akhir 2020 agar fokus penanggulangan Covid-19 tidak terpecah.

Namun, Guterres, yang akan menyampaikan desakan itu lewat pidato tahunannya minggu depan, mengatakan ia mungkin akan kehilangan peluang karena banyak presiden dan perdana menteri tidak akan menghadiri langsung peringatan 75 tahun terbentuknya PBB di New York, Amerika Serikat.

Baca Juga

Walaupun demikian, Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin kemungkinan akan menghadiri acara peringatan tersebut. Namun, adanya pandemi menyebabkan kehadiran dua presiden itu, bersama 170 kepala negara dan kepala pemerintahan lainnya, akan berlangsung lewat dunia maya. Ratusan pemimpin itu akan berbicara lewat video yang ditayangkan dalam pertemuan tersebut. Rangkaian acara peringatan akan berlangsung selama satu minggu dan mulai sejak 22 September.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan jadi satu-satunya kepala negara yang menyampaikan sambutannya secara langsung pada hari pertama. Guterres juga akan menyampaikan pidatonya secara langsung di Markas PBB New York.

Pembacaan pidato dan kata sambutan itu akan mengawali rangkaian kegiatan dan ratusan pertemuan yang biasanya berlangsung di sela-sela acara utama.

“Diplomasi jelas banyak bergantung pada pertemuan fisik/langsung. Jadi, kemungkinan kita akan mengalami banyak kehilangan karena situasi itu, apalagi prioritas saya ... meneruskan gencatan senjata global,” kata Guterres, Senin, di Markas PBB.

Harapan

Sejak desakan untuk gencatan senjata disampaikan pada Maret 2020, Guterres mengatakan ada sejumlah “sinyal positif”, di antaranya perjanjian damai di Sudan, mulainya perundingan damai Pemerintah Afghanistan dan Taliban, berkurangnya kekerasan di Suriah, Libya, dan Ukraina, serta “negosiasi yang intens” yang berujung pada perundingan damai di Yaman.

“Ada harapan, tetapi kami tetap harus mendesak seluruh komunitas internasional agar gencatan senjata global ini tetap berlangsung sampai akhir tahun,” kata Guterres, mantan perdana menteri Portugal yang mulai menjabat sebagai sekjen PBB pada 2017.

Ia menjelaskan adanya gencatan senjata dapat meningkatkan usaha mengendalikan Covid-19 serta membantu menjaga situasi tetap kondusif selama masa pemulihan. Guterres pertama kali menyerukan gencatan senjata global pada 23 Maret, tetapi 15 anggota Dewan Keamanan PBB menghabiskan waktu lebih dari tiga bulan untuk secara resmi mendukung seruan sekjen PBB karena adanya perselisihan antara Amerika Serikat dan China. Washington tidak ingin resolusi itu memengaruhi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun, Beijing bersikap sebaliknya.

Momen penentuan

Ketegangan antara AS dan China kian menguat selama pandemi mengingat Washington menuding Beijing kurang transparan sehingga Covid-19 mewabah ke lebih dari 200 negara. Covid-19, penyakit menular yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, dilaporkan pertama kali menjangkit manusia di Kota Wuhan, China, akhir tahun lalu. Sejauh ini, hampir 30 juta warga dunia positif tertular Covid-19 dan lebih dari 900.000 di antaranya meninggal dunia.

Dalam acara peringatan 75 tahun PBB, organisasi yang dibentuk setelah Perang Dunia II, Guterres mengatakan multilateralisme dibutuhkan demi mewujudkan peradaban yang lebih baik.

“Jika ... dalam momen penentuan ini, kita dapat memperbaiki diri dan mempraktikkan multilateralisme, multilateralisme yang inklusif, saya yakin multilateralisme akan lebih dominan, dan nasionalisme, populisme pada akhirnya akan redup,” kata dia.

Guterres mengatakan pandemi dan isu lain seperi dampak perubahan iklim, absennya hukum di dunia siber, dan pengembangan senjata nuklir menunjukkan “dunia masih sangat rentan”.

Ia menambahkan: “Saya berharap, saat ini, para kepala negara, akan menyadari dunia kita yang rapuh sehingga kita perlu memperkuat persatuan, solidaritas, dan kerja sama internasional”.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement