REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi baru terhadap Iran atas program senjata nuklirnya pada Senin (21/9). AS menyatakan bahwa sanksi PBB terhadap Teheran yang diatur dalam kesepakatan nuklir 2015 telah dipulihkan. Hal itu cukup kontroversial karena hampir semua anggota Dewan Keamanan PBB telah menolak penerapan langkah semacam itu.
Sanksi baru terhadap Iran diumumkan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo di gedung Departemen Luar Negeri AS. Menteri Keuangan Stephen Mnuchin, Menteri Pertahanan Mark Esper, Menteri Perdagangan Wilbur Ross, Duta Besar AS untuk PBB Kelly Craft dan penasihat keamanan nasional Robert O'Brien turut mendampingi Pompeo.
Pada kesempatan itu, Pompeo mengklaim bahwa AS tidak bertindak sendiri, tapi atas nama seluruh dunia yang menolak menghadapi ancaman Iran. "Negara yang terisolasi saat ini bukanlah AS melainkan Iran. Dengan tindakan ini kami telah memperjelas bahwa setiap negara anggota di PBB memiliki tanggung jawab untuk menegakkan sanksi ini," ujar Pompeo.
Terdapat 27 individu dan entitas, termasuk pejabat di Kementerian Pertahanan Iran, ilmuwan nuklir, Organisasi Energi Atom Iran yang bakal dijatuhi sanksi oleh AS. Washington akan membekukan aset apa pun yang mungkin dimiliki target di wilayah yurisdiksinya. Warga AS dilarang menjalin bisnis dengan pihak-pihak terkait. Perusahaan, individu dan pemerintahan asing yang melakukan bisnis dengan Teheran dapat turut dijerat sanksi AS.
Tak hanya itu, AS menyatakan embargo senjata terhadap Iran diberlakukan kembali tanpa batas waktu. Hal itu akan diterapkan hingga Iran mengubah perilakunya, dalam konteks ini yakni menghentikan pengembangan senjata dan rudal balistik berkemampuan nuklir. Pompeo menyebut Presiden AS Donald Trump telah menerbitkan perintah eksekutif yang merupakan alat baru dan kuat untuk menegakkan embargo senjata PBB.
AS mengklaim perintah eksekutif Trump datang dengan otoritas PBB. Hal itu karena AS adalah penandatangan asli kesepakatan nuklir 2015 atau atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Pompeo mengatakan Inggris, Prancis, dan Jerman, termasuk Uni Eropa, tidak hanya akan diminta mematuhi sanksi, tapi juga menegakannya.
Namun PBB telah menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak tergantung pada Washington. Prancis, Jerman dan Inggris telah mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa langkah AS itu tidak dapat memiliki efek hukum. AS diketahui telah hengkang dari JCPOA pada Mei 2018.
PBB dijadwalkan mencabut embargo penjualan senjata konvensional ke Iran pada pertengahan Oktober mendatang. Namun AS mengklaim tindakan terbarunya memastikan embargo tidak dapat dicabut. Duta Besar AS untuk PBB Kelly Craft mengatakan negaranya tidak akan mundur dalam menghadapi oposisi global.
"Apa yang membuat Amerika unik adalah kami membela apa yang benar. Seperti yang kami lakukan di masa lalu, kami akan berdiri sendiri untuk melindungi perdamaian dan keamanan setiap saat. Kami tidak membutuhkan bagian bersorak untuk memvalidasi kompas moral kami," ujar Craft.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan negaranya tetap terbuka untuk melakukan dialog. Namun hal itu harus dimulai dengan pencabutan sanksi yang telah diberlakukan kembali oleh AS. Dia pun menegaskan bahwa Iran tidak akan menegosiasikan kembali JCPOA.
"Terserah AS untuk membuktikan kepada seluruh peserta JCPOA, terutama kepada Iran, bahwa mereka akan bertindak secara bertanggung jawab, bahwa itu tidak akan membuat tuntutan di luar cakupan JCPOA, dan pada dasarnya akan berhenti menyebabkan kerusakan di Iran,” kata Zarif pada acara daring yang diselenggarakan oleh Dewan Hubungan Luar Negeri.