REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Kepolisian Hong Kong akan menetapkan kriteria baru bagi wartawan yang diizinkan meliput berbagai peristiwa yang melibatkan polisi.
Sementara itu, kartu pers yang dikeluarkan oleh Asosiasi Jurnalis Hong Kong dan Asosiasi Fotografer Pers Hong Kong tidak berlaku. Kepala Bagian Humas Kepolisian Hong Kong, Kenneth Kwok, dalam suratnya kepada wartawan, Selasa (22/9), menyebutkan bahwa hanya wartawan dan fotografer media lokal yang terdaftar dalam aturan baru pemerintah, atau kanal media yang dikenal secara internasional dan memiliki kantor perwakilan, yang diizinkan meliput.
Media di Hong Kong melaporkan bahwa regulasi baru itu berlaku efektif mulai Rabu (23/9). Sejak terjadi kerusuhan dan pelanggaran pada Juni 2019, Kepolisian Hong Kong mendapati beberapa orang yang mengaku sebagai wartawan dan bergabung dengan massa, mengganggu tugas polisi, dan bahkan menyerang polisi.
Pada Mei 2020, tim media Kepolisian Hong Kong menambah anggotanya menjadi 300 orang untuk memberikan dukungan kepada media di setiap kegiatan publik. Menurut Kepolisian Hong Kong, definisi perwakilan media yang diperbarui akan lebih gamblang sehingga memudahkan polisi yang berada di garis terdepan mengidentifikasi validitas seorang wartawan secara efektif dan cepat, termasuk memfasilitasi dan membantu awak media sebanyak mungkin tanpa mengganggu tugas operasional. Hal itu juga dapat membantu petugas kepolisian di garis terdepan, demikian komentar media di China.
Selama kerusuhan sosial pada 2019, beberapa wartawan Hong Kong, jurnalis gadungan, dan wartawan asing disebut sempat menghalangi tugas polisi dalam menertibkan massa, menyerang polisi dan pejabat pemerintah secara lisan, dan memberikan informasi tentang keberadaan polisi kepada para pedemo. Pada 29 September 2019, seorang wartawati asal Indonesia Veby Mega Indah mengalami luka tembak pada bagian mata akibat terkena peluru nyasar saat meliput unjuk rasa di Hong Kong.