REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melakukan percakapan via telepon dengan Putra Mahkota Bahrain Salman bin Hamad Al-Khalifa pada Selasa (23/9). Itu merupakan percakapan perdana mereka setelah kedua negara menandatangani perjanjian normalisasi diplomatik.
"Saya berbicara dengan Salman bin Hamad di telepon dan itu luar biasa serta sangat ramah," kata Netanyahu melalui akun Twitter pribadinya. Pada kesempatan itu, Netanyahu dan Al-Khalifa membahas tentang mewujudkan perjanjian normalisasi ke dalam kerja sama ekonomi yang konkret.
"Kami berbicara tentang cara untuk dengan cepat meningkatkan isi perjanjian antara kedua negara kami, untuk mengubah perdamaian ini menjadi perdamaian ekonomi, teknologi, pariwisata, perdamaian di masing-masing sektor ini," kata kantor Netanyahu, dilaporkan laman Al Arabiya.
Sementara itu, Bahrain News Agency (BNA) melaporkan, saat berbicara dengan Netanyahu, Al-Khalifa menekankan pentingnya memperkuat keamanan dan perdamaian internasional. Ia pun menyampaikan bahwa keputusan Bahrain menandatangani kesepakatan normalisasi dengan Israel "memperkuat fondasi keamanan, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan".
Pada 15 September lalu, Netanyahu, Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid Al Zayani, dan Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Abdullah bin Zayed menandatangani perjanjian damai di Gedung Putih. Presiden AS Donald Trump turut menyaksikan proses penandatanganan bersejarah tersebut.
Trump mengapresiasi keputusan UEA dan Bahrain untuk melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel. Menurutnya hal itu akan mengakhiri perpecahan dan konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade di kawasan. Kesepakatan normalisasi dipandang bakal membawa "fajar baru Timur Tengah".
Palestina telah memandang langkah Bahrain dan UEA sebagai pengkhianatan. Penandatanganan perjanjian normalisasi di Gedung Putih dianggap sebagai "hari kelam" dalam sejarah Arab.