REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Victoria, negara bagian terpadat kedua di Australia dan episentrum wabah Covid-19 di negara itu, akan mempercepat pelonggaran pembatasan jarak sosial. Hal itu dilakukan karena infeksi melambat hingga kurang dari 20 kasus dalam sehari.
Victoria, yang melaporkan 16 kasus Covid-19 dalam 24 jam terakhir, telah menempatkan hampir 5 juta penduduk ibu kotanya Melbourne di bawah salah satu karantina paling ketat di dunia sejak awal Agustus. Dengan kasus yang jauh di bawah rekor tertinggi satu hari lebih dari 700 kasus yang dilaporkan pada Agustus, Perdana Menteri negara bagian Daniel Andrews mengatakan beberapa pembatasan, termasuk jam malam, akan segera dicabut.
Pembatasan yang tersisa bisa dilonggarkan lebih awal, ketika jumlah kasus mencapai pemicu tertentu. Negara bagian Victoria sebelumnya mengatakan sebagian besar pembatasan akan tetap berlaku hingga akhir November.
"Kami lebih cepat dari jadwal, kami telah membuat lebih banyak kemajuan daripada yang kami harapkan saat ini. Tapi bukan berarti ini sudah berakhir.” kata Andrews di Melbourne.
Jadwal yang dipercepat untuk menghapus pembatasan di seluruh Victoria merupakan pendorong bagi perekonomian Australia yang sedang sakit. Wabah di Victoria mengurangi harapan pemulihan ekonomi yang cepat karena Australia memasuki resesi pertamanya dalam tiga dekade dan pengangguran efektif mencapai 10 persen.
Dalam dorongan langsung untuk perekonomian, negara bagian Victoria mengatakan 127 ribu pekerja akan diizinkan untuk kembali bekerja pada hari Senin (28/9), naik 30 ribu dari rencana sebelumnya yang diumumkan awal bulan ini.
Lebih dari 1 juta orang di Victoria telah menerima subsidi gaji dari pemerintah federal setelah sebagian besar negara bagian diperintahkan untuk ditutup pada bulan Agustus untuk memperlambat penyebaran virus. Pembatasan telah mencegah gelombang kedua virus nasional.
Negara bagian terpadat di Australia, New South Wales pada hari Ahad melaporkan hari pertama tanpa kasus COVID-19 dalam lebih dari tiga bulan. Australia telah melaporkan lebih dari 27 ribu kasus, dan 872 kematian, jauh di bawah jumlah yang terlihat di banyak negara maju lainnya.