REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mengatakan China telah melanggar janji dan komitmennya untuk tidak memiliterisasi Kepulauan Spartly di Laut China Selatan (LCS). Beijing justru dipandang telah melakukan hal sebaliknya.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Morgan Ortagus mengaku masih mengingat pernyataan Presiden Cina Xi Jinping saat berkunjung ke Gedung Putih pada 2015. Kala itu, Xi mengatakan "China tidak berniat "mengejar militerisasi" di Kepulauan Spratly dan bahwa pos terdepan China tidak akan "menargetkan atau memengaruhi negara mana pun". "China malah mengejar militerisasi sembrono dan provokatif dari pos-pos yang disengketakan itu," kata Ortagus dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Ahad (27/9).
Ortagus mengutip penyebaran rudal jelajah antikapal China, kemampuan pengawasan yang diperluas, pembangunan landasan pacu, dan hanggar untuk jet tempur di kepulauan tersebut. Menurutnya, China menggunakan pos-pos dan fasilitas militer tersebut sebagai platform pemaksaan untuk menegaskan kendali atas perairan yang tidak memiliki klaim maritim sah oleh Beijing.
"Mereka berfungsi sebagai tempat pementasan bagi ratusan kapal milisi maritim dan kapal Penjaga Pantai China yang secara teratur mengganggu kapal sipil serta menghambat kegiatan penegakan hukum yang sah, penangkapan ikan di lepas pantai, dan pengembangan hidrokarbon oleh negara-negara tetangga," kata Ortagus.
China telah membantah melakukan militerisasi kawasan tersebut. Beijing mengklaim pembangunan pulau itu dimaksudkan untuk meningkatkan keamanan maritim serta menegaskan klaim teritorialnya. Ia justru menuduh AS memiliterisasi daerah tersebut dengan membiarkan kapal-kapal militernya melakukan operasi kebebasan navigasi di dekat pos-pos China. Beijing memandang pelayaran itu sebagai tindakan provokatif.
China diketahui mengklaim sekitar 90 persen atau 1,3 juta mil persegi wilayah LCS sebagai teritorialnya. Klaim itu didasarkan pada garis putus-putus atau garis demarkasi berbentuk "U" yang diterbitkan pada 1947. Klaim itu telah ditentang sejumlah negara ASEAN, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Indonesia. AS pun menolak klaim China karena menganggap LCS sebagai wilayah perairan internasional.