REPUBLIKA.CO.ID, KUWAIT -- Sheikh Sabah al-Ahmad al-Jaber al-Sabah, emir ke-15 Kuwait, meninggal dunia pada usia 91 tahun pada Selasa (29/9).
Al-Sabah memerintah negara itu selama 14 tahun, di mana dia menjadi mediator di wilayah yang penuh dengan konflik politik. Menurut Amiri Diwan (Istana), emir meninggal saat dirawat di rumah sakit.
Sejak Januari 2006, kepemimpinan al-Sabah di Kuwait menghasilkan diplomasi yang seimbang dan rasional di kawasan tersebut, khususnya selama krisis Teluk. Pada 2014, PBB mengakui peran utama emir dalam kemanusiaan. Al-Sabah aktif di bidang amal, dukungan kemanusiaan, dan pertolongan di berbagai belahan dunia. Selama musim panas 2017, al-Sabah juga memimpin diplomasi perdamaian bagi krisis Teluk.
Emir mendapat banyak julukan selama masa kepemimpinannya, di antaranya "Pangeran Kemanusiaan", "Manusia Damai", dan "Pemimpin Rekonsiliasi" di tingkat Arab dan internasional. Al-Sabah lahir di Provinsi Jahra, Kuwait City, pada 16 Juni 1929.
Pada 1954, dia diangkat sebagai anggota Komite Eksekutif Tertinggi. Saat itu, dia belum genap berusia 25 tahun. Kemudian, pada 1961, al-Sabah diangkat sebagai anggota Dewan Tertinggi, di mana dia memegang beberapa jabatan menteri hingga wakil perdana menteri.
Dia juga ditunjuk sebagai ketua delegasi Kuwait untuk PBB dan Liga Arab sebelum menjadi menteri luar negeri dari 1963 hingga 1991. Pada Juli 2003, dia menjabat sebagai perdana menteri sebelum akhirnya diangkat menjadi Emir Kuwait pada Januari 2006.
Menurut para ahli dan pengamat, mendiang Emir mempertahankan kebijakan yang tidak bias dan mendukung inisiatif kemanusiaan dalam menyelesaikan krisis di Yaman, Suriah, Irak, Libya dan Palestina. Emir juga aktif membantu umat Islam di banyak wilayah di dunia, terutama Muslim Rohingya di Myanmar.
*Ditulis oleh Mahmoud Barakat