REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Amerika Serikat, Kamis (1/10), mengatakan pihaknya berencana mengurangi kuota penerimaan pengungsi sehingga hanya 15.000 orang yang diperbolehkan tinggal di AS pada tahun anggaran 2021. Kuota tahun depan akan jadi angka terendah sejak program penerimaan pengungsi berlaku di AS.
Departemen Luar Negeri mengatakan usulan itu mencerminkan prioritas pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Presiden ingin mengutamakan “keselamatan dan kesejahteraan warga Amerika Serikat, khususnya di tengah pandemi Covid-19,” kata Departemen Luar Negeri AS.
Kuota penerimaan pengungsi juga berkurang 18.000 orang tahun lalu, tetapi jumlah orang yang berhasil masuk ke AS hanya sekitar setengahnya. Pasalnya, pemeriksaan kesehatan ketat dan berbagai kebijakan akibat Covid-19 memperlambat proses penerimaan dan kedatangan para pengungsi ke AS.
Umumnya, presiden AS akan menetapkan kuota penerimaan pengungsi pada sekitar awal tahun anggaran. Merujuk pada ketentuan perundang-undangan di AS, presiden wajib berkonsultasi dengan Kongres sebelum menetapkan kuota final pengungsi yang akan diterima.
Walaupun demikian, keputusan akhir tetap ditentukan oleh Gedung Putih.
Usulan penerimaan pengungsi juga menyebut beberapa kategori orang yang diizinkan tinggal di AS, di antaranya mereka yang terancam dipersekusi karena alasan agama, dan pengungsi dari Irak yang membantu Pemerintah AS. AS juga menerima pengungsi dari El Salvador, Guatemala, Honduras, Hong Kong, Kuba, dan Venezuela.
Berbeda dari sikap pemerintahan Trump, Joe Biden, rival petahana, berjanji akan meningkatkan kuota penerimaan pengungsi sampai 125.000 per tahun. Namun, rencana itu hanya mungkin terwujud jika Biden menang pemilihan presiden 3 November 2020.
Sejauh ini, Biden belum menyebut seberapa cepat ia dapat meningkatkan kuota tersebut, karena beberapa praktisi hukum menilai rencana itu butuh waktu lama untuk berlaku setelah Trump mengurangi jumlah pengungsi yang masuk dalam jumlah besar.
Puluhan ribu pengungsi masih mengantre untuk masuk ke AS. Banyak dari mereka yang masih jauh dari tahap persetujuan dan pemeriksaan kesehatan.
Pimpinan Lutheran Immigration and Refugee Service, Krish Vignarajah, lewat Twiter, Rabu, menyebut rencana pengurangan itu sebagai “kegagalan memenuhi kewajiban moral yang menjadi dasar berdirinya sebuah bangsa”. Lutheran Immigration and Refugee Service merupakan lembaga nonprofit yang membantu pengungsi beradaptasi setibanya mereka di AS.