REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Lebanon dan Israel menyetujui kerangka kerja perundingan yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS). Upaya ini bertujuan untuk mengakhiri perselisihan berkepanjangan di sepanjang perbatasan antara kedua pihak.
Lebanon dan Israel telah memperebutkan perbatasan darat dan laut selama beberapa dekade, yaitu di wilayah laut di tepi tiga blok energi lepas pantai Lebanon. Salah satu alasan upaya sebelumnya yang membuat pembicaraan gagal adalah kedua belah pihak tidak sepakat mengenai perbatasan mana yang akan dibahas.
Ketua Parlemen Lebanon, Nabih Berri, menyebut perbatasan darat dan laut, sedangkan Israel dan AS hanya menyebut batas laut. "Ini adalah kesepakatan kerangka kerja, bukan yang terakhir," katanya.
Berri merupakan sekutu Hizbullah dan pemimpin Syiah berpengaruh yang bertanggung jawab atas perbatasan. Dia mengatakan pembicaraan akan diadakan di bawah naungan PBB di pangkalan PBB di Naqoura dekat perbatasan dengan Israel, yang dikenal sebagai Garis Biru.
Hizbulah yang merupakan kelompok mayoritas di Lebanon mendapat dukungan penuh Iran dan dianggap Washington dianggap sebagai organisasi teroris. Hizbullah dan Israel pun merupakan musuh bebuyutan, terakhir kali berperang pada 2006.
Pengumuman perundingan ini muncul saat Lebanon menghadapi krisis terburuknya sejak perang saudara 1975-1990. Keruntuhan keuangan negara itu diperparah oleh ledakan pelabuhan besar-besaran yang menghancurkan sebagian besar kota Beirut pada bulan Agustus, menewaskan hampir 200 orang.
Menteri Energi Israel, Yuval Steinitz, mengonfirmasi kedua belah pihak akan mengadakan pembicaraan yang ditengahi AS di perbatasan maritim. Departemen Luar Negeri AS menyambut baik upaya itu dan mengatakan perlu tiga tahun diplomasi untuk mencapainya.
Asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Timur Dekat, David Schenker, menyatakan, Pembicaraan akan dimulai pada Ahad, 12 Oktober dan dia akan mewakili AS dalam negosiasi.
Selain perselisihan perbatasan laut, kedua negara tidak sepakat mengenai tembok perbatasan yang mulai dibangun Israel pada 2018. Pasukan penjaga perdamaian PBB memantau perbatasan sejak penarikan militer Israel dari Lebanon selatan pada 2000, mengakhiri pendudukan selama 22 tahun.