REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dokter-dokter yang merawat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan Trump deksametason, obat kortikosteroid yang biasanya digunakan untuk kasus Covid-19 berat. Dr. Brian Garibaldi mengatakan deksametason untuk merespon turunnya level oksigen dalam darah.
"Ia menerima dosis pertamanya kemarin dan rencana kami melanjutkannya hingga saat ini," kata Garibaldi, dalam konferensi pers dokter-dokter yang merawat Trump di rumah sakit Walter Reed National Military Medical Center, Senin (5/10).
Infectious Disease Society of America mengatakan penelitian menunjukkan deksametason meningkatkan daya tahan pasien Covid-19 yang sakit parah atau kritis serta membutuhkan oksigen tambahan. Tapi tidak boleh diberikan pada pasien dengan gejala ringan karena menurunkan kemampuan tubuh melawan virus.
Dokter-dokternya mengatakan Trump juga mendapatkan obat eksperimental Cov2 dari Regeneron, serta vitamin D, zinc, famotidin, melatonin dan aspirin. Dokter berusaha agar Trump bersedia makan dan minum. "Rencana kami hari ini membuatnya makan dan minum, bangun dari tempat tidur sebisa mungkin untuk bergerak," kata Garibaldi.
Pada Sabtu lalu Trump merilis video berdurasi empat menit di media sosial. Dalam video tersebut Trump mengatakan 'tes sesungguhnya' akan terjadi beberapa hari ke depan.
"Saya kira tes sesungguhnya terjadi pada beberapa hari ke depan, jadi kami akan melihat apa yang akan terjadi pada beberapa ke depan," kata Trump duduk di depan bendera Amerika Serikat.
Pada Ahad (4/10) pagi dan petang ia mengucapkan terimakasih pada pendukungnya. "Saya benar-benar mengapresiasi semua fan dan pendukung yang berada di luar rumah sakit," cicit Trump.
Pejabat pemerintah mengungkapkan pernyataan yang berbeda dari para dokter. Sehingga belum diketahui dengan pasti seberapa parah sakitnya Trump.
"Saya mencoba mencerminkan sikap optimistis tim dan presiden mengenai penyakit yang diidapnya, saya tidak ingin memberikan informasi yang mungkin mengarahkan perjalanan penyakitnya ke arah yang berbeda dan saat melakukan itu, hasilnya kami mencoba menyembunyikan sesuatu, yang mana tidak benar," kata dokter presiden AS, Dr. Sean Conley.