REPUBLIKA.CO.ID, ALMATY -- Komisi pemilihan umum Kirgizstan dilaporkan telah membatalkan hasil pemilu parlemen yang diumumkan pada Ahad (4/10) lalu. Hasil tersebut memicu gelombang demonstrasi dan kerusuhan di negara tersebut.
Situs berita lokal 24.gk melaporkan pembatalan hasil pemilu parlemen dengan mengutip keterangan seorang anggota komisi pemilihan pusat. Sebelumnya dua partai besar di Kirgizstan dinyatakan memenangkan pemilu. Salah satu partai tersebut memiliki kedekatan dengan pemerintahan Presiden Sooronbay Jeenbekov.
Jeenbekov telah meminta para pemimpin politik terkait menenangkan pendukungnya masing-masing. Hal itu diserukan setelah para demonstran telah menyerbu dan menggeruduk gedung parlemen serta kantor kepresidenan di ibu kota Bishek. Jeenbekov menilai tindakan itu upaya ilegal untuk merebut kekuasaan negara.
"Saya mendesak para pemimpin pemimpin partai politik untuk menenangkan pendukung mereka dan menjauhkan mereka dari tempat konsentrasi mereka. Saya menyerukan kepada semua rekan saya untuk menjaga perdamaian dan tidak menyerah pada seruan dari kekuatan provokatif," kata Jeenbekov dalam sebuah pernyataan yang dirilis di akun Facebook-nya.
Kendati situasi cukup rusuh, Jeenbekov mengatakan telah memerintahkan pasukan keamanan agar tidak melepaskan tembakan ke arah demonstran. Hal itu guna mencegah pertumpahan darah. "Saya menyerukan semua kekuatan untuk menempatkan nasib negara di atas ambisi politik dan kembali ke bidang hukum," ucapnya.
Menurut keterangan Kementerian Kesehatan Kirgizstan, bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa telah menyebabkan satu kematian dan 590 orang terluka. Belum diterangkan apakah korban meninggal itu berasal dari kalangan sipil atau aparat.