REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan berharap Palestina dan Israel dapat bekerja sama dalam mencapai solusi dua negara. Perdamaian kedua negara dianggap penting untuk masa depan kawasan.
“Hal terpenting yang harus ditekankan hari ini adalah kembalinya harapan bagi Palestina dan Israel untuk bekerja pada solusi dua negara dan untuk masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak di kawasan,” kata Sheikh Abdullah dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Israel Gabi Ashkenazi di Berlin, Jerman, Selasa (6/10), dikutip laman Al Arabiya.
Dia mengatakan Timur Tengah telah memasuki era baru yang lebih aman dan makmur setelah UEA-Israel menandatangani kesepakatan normalisasi. Dalam pertemuannya dengan Ashkenazi, Sheikh Abdullah membahas beberapa ide dan proposal kerja sama. Bidang energi dan revolusi industri keempat termasuk dalam pembahasan.
Ia berharap UEA dapat membuka lebih banyak cakrawala baru kerja sama untuk mencapai perdamaian dan peluang ekonomi di kawasan. "Kami akan bekerja sama untuk mendapatkan manfaat dari kemampuan kelas dunia kami di sektor penelitian dan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan masa depan," ucapnya.
"Saya menekankan ketersediaan peluang di kawasan kita untuk memperluas dan memperkuat kerja sama kita di berbagai sektor seperti ketahanan pangan, energi, dan teknologi," kata Sheikh Abdullah.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas yang menjadi tuan rumah pembicaraan menyuarakan dukungan pemerintahnya untuk pemulihan hubungan antara dua bekas musuh. Menurut laporan kantor berita UEA, WAM, Al-Nahyan mengatakan negaranya menegaskan kembali dukungan untuk solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina. Namun, Ashkenazi memilih tidak terlibat dalam pernyataan tersebut dengan memilih diam karena solusi tersebut ditentang oleh pemerintah Israel.
Pada 15 September lalu Sheikh Abdullah, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan Menteri Luar Negeri Bahrain telah menandatangani "Abraham Accord" di Gedung Putih, Amerika Serikat (AS). Presiden AS Donald Trump turut menyaksikan penandatanganan perjanjian damai bersejarah tersebut.
Palestina mengecam dan mengutuk kesepakatan normalisasi diplomatik tersebut. Palestina memandangnya sebagai sebuah pengkhianatan.