REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Tiga puluh sembilan negara anggota PBB menuntut China agar memberikan akses "segera" ke pengamat HAM independen di wilayah Xinjiang Barat atas perlakuan China terhadap komunitas Muslim di sana.
Duta Besar Jerman Christoph Heusgen menyuarakan keprihatinannya tentang situasi hak asasi manusia di Xinjiang dan perkembangan terkini di Hong Kong.
"Kami mendesak China untuk mengizinkan akses langsung, bermakna, dan tidak terbatas bagi pengamat independen, termasuk Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, dan pemegang mandat khusus lainnya yang relevan," kata Heusgen, merujuk pada Michelle Bachelet.
Xinjiang adalah rumah bagi 10 juta orang Uighur, komunitas Muslim Turki yang membentuk sekitar 45 persen dari total populasi Xinjiang. Otoritas China sejak lama diduga melakukan diskriminasi budaya, agama dan ekonomi terhadap komunitas tersebut.
Menurut PBB, lebih dari satu juta orang, atau sekitar tujuh persen dari populasi Muslim di Xinjiang, telah ditahan dalam kamp-kamp "pendidikan".
"Kami menerima lebih banyak laporan soal kerja paksa dan pengendalian kelahiran paksa yang menargetkan orang-orang Uighur," ungkap dubes itu.
Sementara itu, Amerika Serikat, Inggris, Swiss, Kanada, Jepang, Norwegia, dan anggota PBB lainnya mendesak otoritas untuk menjamin hak-hak orang Hong Kong yang dilindungi di bawah International Covenant on Civil and Political Rights dan Sino-British Joint Declaration, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan pers, dan kebebasan berkumpul.
"Kami meminta China untuk menegakkan otonomi, hak dan kebebasan, serta menghormati kemerdekaan peradilan di Hong Kong," kata Heusgen.