Kamala Harris dan Mike Pence berselisih tentang respons negara menangani pandemi COVID-19, dalam debat cawapres AS yang diselenggarakan di Universitas Utah di Salt Lake City, pada Rabu (07/10) malam waktu setempat.
Debat keduanya sarat kebijakan dan sangat kontras bila dibandingkan dengan debat Capres AS pekan lalu antara Donald Trump dan Joe Biden. Harris melancarkan serangan pada topik-topik terkait perawatan kesehatan, ekonomi, perubahan iklim dan kebijakan luar negeri.
“Rakyat Amerika telah menyaksikan kegagalan terbesar dari pemerintahan kepresidenan mana pun dalam sejarah negara kita,” ujar Harris di awal debat.
Pence menanggapinya dengan membela kebijakan pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Dia menyebut upaya Trump memerangi pandemi COVID-19 telah dilakukan dengan baik, termasuk soal keputusan membatasi perjalanan dari dan ke Cina pada Januari akhir lalu, saat awal penyebaran wabah.
“Saya ingin rakyat Amerika tahu bahwa sejak hari pertama, Presiden Donald Trump telah mengutamakan kesehatan Amerika,” kata Pence.
Kedua kandidat duduk dengan jarak 3,6 meter dan dipisahkan oleh pelindung plexiglass.
Harris menyerang pemerintahan Trump yang mencoba membatalkan undang-undang perawatan kesehatan Affordable Care Act di masa pandemi. Ia juga “menyentil” Trump karena dilaporkan hanya membayar USD 750 (Rp 11 juta) per tahun untuk pajak penghasilan federalnya sebagai presiden.
''Ketika saya pertama kali mendengarnya, saya benar-benar berkata, Maksud Anda USD 750.000?'' ungkap Haris, merujuk pada laporan investigasi dari New York Times. ''Dan ternyata, 'Tidak - USD 750','' tambahnya.
“Duel” soal pajak hingga vaksin
Kemudian Pence berusaha melawan serangan Harris dengan mengalihkannya ke pembahasan ekonomi dan kebijakan pajak, yang ia sebut akan dilakukan oleh capres AS Joe Biden bila memenangi pilpres. Pence berucap: “Pada hari pertama (menjabat), Joe Biden akan menaikkan pajak Anda.”
Hal itu dibantah Harris dengan menanggapi bahwa Biden telah berjanji untuk tidak menaikkan pajak bagi siapa pun yang berpenghasilan kurang dari USD 400 ribu (Rp 5,8 miliar) per tahun.
Saat membahas tentang vaksin potensial, Harris mengatakan dia hanya akan mempercayai kata-kata para ilmuwan, bukan Trump, yang telah mempromosikan pengobatan yang tidak terbukti.
“Jika dokter memberi tahu kami bahwa kami harus meminumnya, saya akan menjadi yang pertama dalam antrean, tentu saja,” kata Harris. “Tapi jika Donald Trump menyuruh kita untuk meminumnya, saya tidak akan meminumnya,” tambahnya.
Pence menanggapinya dengan menuduh Harris telah merusak kepercayaan publik terhadap vaksin.
“Saya pikir itu tidak masuk akal,” ucap Pence. “Berhenti bermain politik dengan kehidupan orang-orang,” tambahnya.
Masalah rasisme
Harris, perempuan kulit hitam pertama yang dinominasikan oleh partai besar untuk maju sebagai cawapres AS, juga menyerang Pence terkait masalah rasisme. Ia mengkritik Trump yang menolak mengutuk supremasi kulit putih pada debat capres AS pekan lalu dengan Biden.
Pence menanggapinya dengan menuduh media mengambil pernyataan Trump di luar konteks dan mengatakan presiden telah berulang kali menyangkal kelompok rasis.
Dalam pilpres AS, usia kedua kandidat presiden, baik Trump (74 tahun) maupun Biden (77 tahun) juga menjadi sorotan. Keduanya akan menjadi presiden tertua dalam sejarah AS, oleh karena itu Pence dan Harris berusaha menunjukkan bahwa mereka mampu menduduki jabatan wapres.
Kedua kandidat juga memperebutkan posisi di partainya masing-masing. Keduanya secara luas dipandang sebagai calon presiden masa depan, apa pun hasil kontes bulan November mendatang.
(pkp/ha) Reuters