REPUBLIKA.CO.ID, MANAMA -- Raja Bahrain Hamad bin Isa al-Khalifa mengatakan negaranya tetap berkomitmen pada perjuangan Palestina. Bahrain diketahui telah melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel.
Menurut al-Khalifa perdamaian di kawasan Timur Tengah dapat terwujud jika Inisiatif Perdamaian Arab diaktifkan kembali.“Kami menegaskan kembali bahwa memperbaiki fondasi perdamaian yang komprehensif dan adil di wilayah ini bergantung pada pengaktifan Inisiatif (Perdamaian) Arab yang kami dukung dengan segala cara dengan saudara dan sekutu kami," ujar al-Khalifa pada Ahad (11/10), dikutip laman Al Arabiya.
Inisiatif yang diluncurkan pada 2002 itu secara khusus menawarkan tentang normalisasi hubungan antara negara-negara Arab dengan Israel. Namun syaratnya, Tel Aviv harus terlebih dulu menarik diri dari wilayah Palestina yang diduduki pasca-Perang Arab-Israel 1967.
"Ini dideklarasikan dan posisi yang jelas bagi kami di Kerajaan Bahrain terhadap perjuangan Palestina untuk mencapai solusi dua negara guna meningkatkan keamanan dan perdamaian dunia," ujar al-Khalifa.
Pernyataan tersebut sebenarnya cukup kontradiktif. Sebab Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) telah melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel bulan lalu. Peresmiannya dilakukan di Gedung Putih pada 15 September dan turut disaksikan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Kesepakatan normalisasi tiga negara tersebut dikenal dengan istilah "Abraham Accord". Trump sangat mengapresiasi tercapainya kesepakatan tersebut.
Menurut Trump hal itu akan mengakhiri perpecahan dan konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade di kawasan. Kesepakatan normalisasi dipandang bakal membawa "fajar baru Timur Tengah". Sementara itu, Palestina mengecam dan mengutuk kesepakatan normalisasi diplomatik tersebut. Ia memandangnya sebagai sebuah pengkhianatan.