REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- China dan Kamboja, Senin (12/10), meneken perjanjian kerja sama pasar bebas yang bertujuan untuk memangkas biaya bea masuk dan pajak serta meningkatkan akses pasar bagi para pelaku usaha dari dua negara.
Kerja sama pasar bebas itu, yang pertama kali dibahas pada tahun lalu, mencakup sektor perdagangan, pariwisata, dan pertanian. Penasihat Negara sekaligus Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, dan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen menghadiri upacara penandatanganan perjanjian kerja sama yang digelar secara virtual pada Senin.
"Penandatangan perjanjian itu menunjukkan ikatan antara dua negara yang semakin kuat serta menandai pencapaian bersejarah lainnya untuk hubungan China dan Kamboja," kata Menteri Perdagangan Kamboja, Pan Sorasak, saat upacara peresmian perjanjian pasar bebas.
Sorasak mengatakan pihaknya berharap perjanjian pasar bebas itu dapat berlaku awal 2021. "(Harapannya) itu dapat meningkatkan kerja sama ekonomi melalui perluasan akses pasar, liberalisasi barang dan jasa, serta investasi," kata menteri perdagangan Kamboja.
Sejauh ini, dua negara belum menyampaikan keterangan lebih lanjut bagaimana kerja sama pasar bebas itu diterapkan, karena China dan ASEAN juga memiliki kemitraan dagang. Kamboja merupakan salah satu anggota ASEAN. Kerja sama pasar bebas dengan China dapat jadi angin segar bagi Kamboja mengingat negara itu pada tahun lalu kehilangan status mitra dagang khusus dari Uni Eropa terkait masalah hak asasi manusia.
Kelompok negara-negara Eropa itu kembali mengenakan bea masuk pada sejumlah produk garmen dan alas kaki, dua komoditas utama dalam industri manufaktur dan perekonomian di Kamboja. Kamboja, salah satu negara termiskin di ASEAN, telah menjadi mitra penting China dalam beberapa tahun terakhir.
Beberapa pihak menuding keputusan hak veto yang dimiliki Kamboja dalam pengambilan keputusan di ASEAN, yang didasarkan atas konsensus, dipengaruhi oleh China sebagai imbalan atas bantuan ekonomi yang diberikan Beijing kepada Phnom Penh. Namun, Kamboja membantah tuduhan itu dan menegaskan bahwa kebijakan luar negerinya tidak dipengaruhi oleh China.