REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Ratusan pengunjuk rasa Thailand dan polisi bentrok pada Selasa (13/10) waktu setempat setelah 21 peserta aksi ditangkap. Pengunjuk rasa melemparkan cat biru ke arah polisi.
Di antara mereka yang ditangkap adalah seorang pemimpin protes atupat Boonpattararaksa, dan seorang penyanyi Chaiamorn Kaewwiboonpan. Polisi mengatakan, orang-orang yang ditahan akan dituntut secara pantas.
"Para pengunjuk rasa mungkin tidak mematuhi hukum hari ini sehingga polisi harus bertindak untuk menertibkan dan tidak bertindak secara tidak proporsional," kata juru bicara pemerintah Anucha Burapachai kepada Reuters.
Perbedaan pendapat terbuka terhadap monarki tidak memiliki preseden baru-baru ini di Thailand, dan muncul pada malam demonstrasi anti-pemerintah terbaru yang direncanakan. Protes yang telah berlangsung selama tiga bulan, menghadirkan tantangan terbesar selama bertahun-tahun bagi pembentukan politik yang didominasi oleh tentara dan istana.
Para pengunjuk rasa menyerukan konstitusi baru dan pencopotan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan pemimpin junta. Mereka juga menyerukan pembatasan kekuasaan monarki, yang melanggar tabu lama untuk mengkritik keluarga kerajaan yang masih dipuja banyak orang.
Istana Kerajaan tidak menanggapi permintaan komentar atas protes atau tuntutan reformasi kerajaan. Sebagai tanda popularitas berkelanjutan raja di antara banyak orang Thailand, raja dan ratu meninggalkan istana pada Selasa (13/10) malam waktu setempat. Keduanya tersenyum lebar saat mereka menyapa ribuan pendukung yang bersorak-sorai yang menunggu di tengah hujan pada hari peringatan kematian ayahnya.
Beberapa jam sebelum iring-iringan mobil kerajaan akan melewati Monumen Demokrasi Bangkok, pengunjuk rasa telah mendorong garis polisi dan melemparkan cat biru. Polisi menghancurkan tenda yang didirikan untuk protes dan menyeret beberapa demonstran ke dalam kendaraan polisi.
Setelah masalah itu, iring-iringan mobil kerajaan lewat di seberang jalan. Para pengunjuk rasa mengangkat tangan memberi hormat tiga jari dan menuntut pembebasan mereka yang ditahan. Para pengunjuk rasa meneriakkan "bebaskan teman kita!" saat iring-iringan mobil kerajaan Raja Maha Vajiralongkorn melintas.
"Ini adalah keburukan feodalisme, di mana satu orang dapat melakukan apa saja dan mayoritas orang harus menerimanya tanpa syarat," kata Parit "Penguin" Chirawat, seorang pemimpin demonstran siswa.
Tagar trending teratas di platform media sosial di Thailand, yang digunakan lebih dari 1,5 juta kali, telah menghina sang raja. Padahal, penghinaan terhadap monarki dapat dihukum hingga 15 tahun penjara di bawah undang-undang lese majeste Thailand. Namun demikian, perdana menteri mengatakan awal tahun ini bahwa raja meminta agar UU itu tidak digunakan untuk saat ini.
Para pengunjuk rasa mengatakan mereka tidak mengupayakan penghapusan monarki, tetapi untuk mengurangi kekuasaan raja di bawah konstitusi dan membatalkan perintah untuk menempatkan kekayaan istana dan beberapa unit tentara di bawah kendalinya.
"Monarki harus berada di bawah konstitusi, begitulah seharusnya," kata pengunjuk rasa berusia 21 tahun Waranya Siripanya. Di malam hari, para demonstran pindah ke kantor polisi tempat para tahanan ditahan, mendobrak gerbang untuk menuntut pembebasan mereka.
Selasa adalah hari libur umum untuk menandai empat tahun sejak kematian ayah raja yang sangat dihormati, Raja Bhumibol Adulyadej, yang memerintah selama tujuh dekade. Ribuan bangsawan berkumpul untuk memberikan penghormatan, membawa foto dan bunga almarhum raja dan mengenakan kemeja kuning, warna yang diasosiasikan dengannya.