REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA -- Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan China telah terlibat dalam "diplomasi koersif" dalam berurusan dengan negara lain. Hal itu dia sampaikan saat memperingati 50 tahun hubungan diplomatik Kanada-China, Selasa (13/10).
Alih-alih menyanjung hubungan dan kerja sama bilateral, Trudeau justru menyatakan sikap terberatnya atas cara diplomasi Beijing, termasuk provokasi yang dilakukannya, baik secara internal maupun dengan negara lain. Dia mengecam tindakan represif di Hong Kong dan dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap satu juta Muslim Uighur.
Trudeau pun masih menyerukan agar China membebaskan dua warga Kanada, yakni Michael Kovrig dan Michael Spavor. Keduanya telah ditahan sejak 2018. Penangkapan mereka dipandang sebagai cara balas dendam China atas penahanan Chief Financial Officer Huawei Meng Wanzhou di Vancouver. Kendati ditangkap di Kanada, tapi perintah untuk membekuk Meng datang dari Amerika Serikat (AS).
“Kami akan tetap berkomitmen penuh untuk bekerja dengan sekutu kami untuk memastikan bahwa pendekatan diplomasi koersif China, penahanan sewenang-wenang terhadap dua warga negara Kanada bersama warga negara lain di seluruh dunia tidak dipandang sebagai taktik yang berhasil oleh mereka,” kata Trudeau, dikutip laman Anadolu Agency.
"Kami akan terus bekerja dengan sesama kami, negara-negara yang berpikiran sama di seluruh dunia untuk memberi kesan kepada China bahwa pendekatannya terhadap urusan internal dan urusan global bukanlah jalur yang sangat produktif untuk dirinya sendiri atau untuk kita semua," ujar Trudeau menambahkan.
China adalah pasar yang besar untuk produk Kanada, termasuk kanola dan daging. Namun taktik penindasan seperti melarang impor barang-barang tersebut tidak akan mendorong Kanada untuk diam atas pelanggaran hak asasi manusia di China.