REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Kelompok Negara Islam Irak Suriah (ISIS) mengutuk perjanjian normalisasi hubungan antara Israel dengan Uni Emirat Arab dan Bahrain, dan menyerukan serangan balasan di Arab Saudi.
Hal ini disampaikan juru bicara ISIS Abu Hamza al-Quraishi dalam rekaman audio yang diposting di Telegram, dilansir di Arutz Sheva, mengutip laporan AFP.
Lebih lanjut, Quraishi mengatakan, kesepakatan dengan negara Yahudi yang ditandatangani pada bulan lalu itu sama saja dengan pengkhianatan terhadap Islam. Dia pun mendesak pejuang ISIS dan Muslim lain untuk melakukan serangan anti-Barat di Arab Saudi, negara dengan berbagai situs tersuci bagi umat Islam.
Bagi ISIS, Bahrain dan UEA keduanya adalah sekutu Arab Saudi. Saudi hingga saat ini diketahui belum menormalisasi hubungan dengan Israel tetapi dilaporkan bekerja di belakang layar dan memberikan desakan kepada UEA dan Bahrain untuk mencapai kesepakatan masing-masing dengan negara Yahudi tersebut.
Dalam rekaman terakhir ISIS yang dipublikasikan pada Januari lalu, juru bicara ISIS menyerukan serangan terhadap target Yahudi untuk melawan proposal perdamaian Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah, yang dipresentasikan beberapa hari kemudian.
ISIS menyerbu sebagian besar Suriah dan negara tetangga Irak pada 2014. Mereka memproklamasikan "kekhalifahan" di tanah yang dikuasainya.
Sejak itu, beberapa serangan militer, termasuk yang didukung oleh koalisi internasional pimpinan AS, telah menyebabkan ISIS kehilangan sebagian besar wilayah yang pernah dikuasainya.
Hal itu juga menyebabkan hilangnya ibu kota de facto mereka, Raqqa, di Suriah. Meski kehilangan kekhalifahan fisik, ribuan pejuang ISIS tetap berada di Irak dan Suriah. Kelompok tersebut terus melancarkan serangannya.