Selasa 20 Oct 2020 23:50 WIB

Negara di Sahel Didesak Buka Akses untuk Bantuan Kemanusiaan

Banyak relawan kemanusiaan menjadi sasaran aksi teror kelompok bersenjata

Akses diperlukan agar mereka dapat menyalurkan bantuan bagi para pengungsi demi mencegah bencana kelaparan. Ilustrasi.
Foto: Photography-New/Tawedzerwa Zhou
Akses diperlukan agar mereka dapat menyalurkan bantuan bagi para pengungsi demi mencegah bencana kelaparan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Program Pangan Dunia (WFP) mendesak negara-negara di kawasan Sahel Tengah, Afrika, khususnya Burkina Faso, Niger, dan Mali, membuka akses bagi relawan dan lembaga kemanusiaan.

Akses diperlukan agar mereka dapat menyalurkan bantuan bagi para pengungsi demi mencegah bencana kelaparan.

Baca Juga

Desakan itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif WFP David Beasley saat mengunjungi para pengungsi yang terpaksa melarikan diri dari rumah mereka akibat konflik bersenjata antara pemerintah dan kelompok pemberontak di Burkina Faso.

Permintaan itu disampaikan Beasley menjelang pertemuan tingkat menteri Sahel Tengah yang dijadwalkan berlangsung di Copenhagen, Denmark, Selasa.

"Kami meyakini ada sekitar 11.000 orang yang mengalami kelaparan stadium lima dan kami tidak memiliki akses untuk menyalurkan bantuan ke mereka. Jika kami dapat menemui mereka, kami tidak hanya akan menyelamatkan nyawa mereka, tetapi juga mengubah hidup mereka," kata Beasley saat mengunjungi para pengungsi di Kaya, Burkina Faso, Senin (19/10) waktu setempat, sebagaimana disiarkan oleh kanal informasi resmi PBB.

Bencana kelaparan stadium lima merupakan tingkatan terparah yang mengindikasikan komunitas pengungsi di Niger, Mali, dan Burkina Faso, tidak mampu menyediakan kebutuhan mendasarnya, termasuk pangan. Dengan kondisi seperti itu, banyak pengungsi mengalami kekurangan nutrisi dan terserang penyakit akibat kelaparan.

Beasley mengatakan WFP dapat membantu pengungsi membuka lahan untuk pertanian agar mereka dapat menyediakan kebutuhan pangannya sendiri dan tidak bergantung pada bantuan dari luar.

"Tepat satu tahun yang lalu, ada kurang lebih 200.000 orang yang terusir dari rumahnya karena serangan kelompok ekstremis dan teroris. Saat ini, jumlahnya telah melampaui angka satu juta jiwa. Para pengungsi terpaksa mendiami tempat yang juga kesulitan karena bencana banjir dan kekeringan," ujar Beasley.

Pemberontakan dan teror mengakibatkan lebih dari satu juta orang terusir dari rumahnya di negara-negara kawasan Sahel, di antaranya Burkina Faso, Niger, dan Mali. Tidak hanya itu, akibat konflik senjata di wilayah Sahel Tengah, Afrika Barat, kurang lebih 7,4 juta jiwa mengalami kelaparan akut.

Namun, banyak lembaga kemanusiaan termasuk WFP mengalami kesulitan untuk mengirim bantuan kepada para pengungsi karena risiko keamanan yang tinggi.

"Banyak relawan kemanusiaan menjadi sasaran aksi teror kelompok bersenjata di Burkina Faso, Mali, dan Niger," kata WFP lewat pernyataan tertulis sebagaimana disiarkan oleh kanal informasi resmi PBB.

WFP merupakan badan PBB yang pada tahun ini menerima Hadiah Nobel Perdamaian. WFP meraih Nobel berkat kontribusinya menyelamatkan korban konflik lewat bantuan makanan, pemulihan fasilitas umum, serta kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan mengurangi malnutrisi di kalangan pengungsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement