REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kementerian Dalam Negeri Jerman mengumumkan pemerintah akan melakukan studi rasisme institusional dalam masyarakat, Selasa (20/10). Langkah itu dilakukan setelah serangkaian skandal yang mengungkapkan petugas polisi dan tentara ditemukan menyembunyikan sentimen sayap kanan.
Studi tersebut akan mencakup komponen yang secara khusus memeriksa rasisme di kepolisian. Selain itu akan ada bagian yang mempertimbangkan kekerasan dan kebencian yang ditujukan kepada polisi.
Poin-poin tersebut muncul dari bagian kompromi antara Sosial Demokrat yang telah lama menuntut studi semacam itu dan Menteri Dalam Negeri konservatif, Horst Seehofer. Seehofer sebelumnya selalu menolak seruan untuk studi yang menunjukkan polisi sebagai pelaku rasisme dan akhirnya menyetujui untuk melakukannya.
Seehofer mengatakan studi terbaru itu bukanlah yang dicari oleh para aktivis. "Tidak akan ada studi yang melihat dugaan dan fitnah yang dilayangkan terhadap polisi," katanya.
Bulan lalu, sebanyak 29 petugas polisi diskors karena berbagi foto Adolf Hitler dan gambar palsu dari pengungsi di kamar gas dalam obrolan pribadi. Dalam insiden paling dramatis baru-baru ini, pejabat negara berseragam ditemukan menunjukan secara pribadi sikap rasis mereka.
Seruan untuk studi tentang sikap rasis di kepolisian telah ditambah dengan menguatnya gerakan Black Lives Matter di Amerika Serikat. Para aktivis mengatakan, sikap yang menyebabkan pembunuhan oleh polisi kepada George Floyd, seorang pria kulit hitam, juga bisa ditemukan dalam penegakan hukum Jerman.
Aktivis dan beberapa politisi telah lama menuduh polisi tidak berbuat cukup untuk mengungkap para nasionalis yang berpotensi melakukan kekerasan di barisan mereka. Kondisi itu menjadi masalah sensitif di Jerman ketika kesadaran akan genosida jutaan orang Yahudi pada Perang Dunia Kedua oleh Nazi di bawah Hitler.