REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat (AS) John Ratcliffe mengatakan,Rusia dan Iran sama-sama berusaha mengganggu pemilihan presiden 2020. Dia mengklaim Iran mencoba menjatuhkan presiden pejawat, Donald Trump, dalam pemilihan November.
"Kami telah mengonfirmasi bahwa beberapa informasi pendaftaran pemilih telah diperoleh oleh Iran, dan secara terpisah, oleh Rusia," kata Ratcliffe dalam konferensi pers, Rabu (21/10).
Data yang didapatkan oleh kedua negara ini bisa digunakan untuk menyebarkan informasi palsu kepada pemilih. Menurut Ratcliffe, kondisi ini akan membuat pemilih kebingungan sehingga pesta demokrasi di AS akan rusak.
Ratcliffe yang merupakan sekutu Trump menyatakan badan Intelijen AS telah menemukan Iran mengirimkan surel palsu yang menunjukkan rancangan dalam mengganggu pemilihan presiden. "Kami telah melihat Iran mengirim surel palsu yang dirancang untuk mengintimidasi pemilih, menghasut kerusuhan sosial, dan merusak presiden Trump," katanya.
Iran diduga mendistribusikan konten video yang menyiratkan individu dapat memberikan suara palsu. "Tindakan ini adalah upaya putus asa oleh musuh yang putus asa," kata Ratcliffe.
Menurut Ratcliffe, lembaganya tidak menyaksikan upaya yang sama dari Rusia, tetapi telah memperoleh beberapa informasi pemilih, seperti yang terjadi pada 2016. Dia pun telah mendapatkan instruksi dari Trump untuk memberi informasi kepada publik tentang upaya untuk ikut campur dalam pemilihan AS.
Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) Chris Wray mengatakan AS akan memberikan balasan pada negara asing mana pun yang ikut campur dalam pemilihan AS 2020. "Kami mendorong semua orang untuk mencari informasi pemilihan dan pemungutan suara dari sumber yang dapat dipercaya," ujarnya.
Sebelum pernyataan tersebut, Washington Post melaporkan dua pejabat AS telah menghubungkan Iran dengan serangkaian surel ancaman yang dikirim ke pemilih Demokrat. Pejabat federal telah lama memperingatkan tentang kemungkinan operasi sejenis itu karena data pendaftaran semacam itu mudah diperoleh.
"Surel ini dimaksudkan untuk mengintimidasi dan merusak kepercayaan pemilih Amerika dalam pemilihan kami,"ujar pejabat keamanan pemilihan tertinggi di Departemen Keamanan Dalam Negeri, Christopher Krebs, mengungkapkan melalui akun Twitter setelah laporan pertama kali muncul.
Surel yang diklaim dikirim oleh kelompok sayap kanan bernama Proud Boys mengatakan kepada pemilih untuk mengubah pendaftaran mereka dan memilih Donald Trump. "Anda akan memilih Trump pada Hari Pemilu atau kami akan mengejar Anda," kata surel itu.
Kiriman surel tersebut tampaknya berisi informasi dari database file pemilih digital yang terkadang tersedia secara komersial. Kebanyakan surel itu ditemukan di Florida dan Alaska, meskipun telah menjangkau pemilih di empat negara bagian, termasuk tiga wilayah medan pertempuran yang kompetitif.