REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) pada Kamis (22/10) menyatakan sejumlah peretas yang disponsori oleh Rusia berusaha menyusup ke dalam jaringan komputer pemerintah daerah dan negara bagian di AS.
FBI melaporkan dua kasus peretasan terjadi jelang pemilihan presiden pada 3 November 2020. Dua minggu jelang pilpres AS, FBI mengatakan sekelompok orang Rusia, yang bernama Berserk Bear atau Dragonfly, telah menargetkan sejumlah jaringan komputer di AS dan jaringan komputer untuk sistem penerbangan di AS.
"Setidaknya sejak September 2020, aktor ... yang disponsori Rusia, telah berusaha menjadikan berbagai kelompok di AS sebagai sasaran," kata FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS.
Beberapa peretas sempat berhasil menyusup ke sejumlah jaringan yang belum diketahui jumlahnya, dan pada awal bulan ini, mereka telah mencuri data dari dua sistem komputer di AS, kata pihak pemerintah lewat pernyataan tertulis yang disiarkan di laman Badan Infrastruktur Keamanan dan Keamanan Siber, lembaga yang bernaung di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri. Pemerintah AS belum dapat menyampaikan jaringan komputer mana yang berhasil diretas. Pihak Departemen juga belum menanggapi pertanyaan terkait masalah tersebut. FBI tidak bersedia memberi keterangan lebih lanjut, tetapi lembaga itu, lewat siaran tertulisnya mengatakan "temuan itu menunjukkan perilaku jahat Rusia".
Sementara itu, Kedutaan Besar Rusia di Washington hanya mengulang kembali pernyataan dari juru bicara kepresidenan, Dmitry Peskov. Bagi Pemerintah Rusia, tuduhan itu "tidak berdasar". FBI menyampaikan peringatan tersebut di tengah meningkatnya kekhawatiran publik terhadap ancaman peretasan jelang pilpres 3 November.
Banyak pihak di AS cemas insiden peretasan pada pemilihan presiden 2016 kembali berulang. Saat itu, sejumlah peretas, yang diduga bekerja untuk intelijen militer Rusia, mencuri data rahasia serta membuka isi surat elektronik milik calon presiden dari Partai Demokrat dan beberapa tokoh politik lainnya. Dugaan itu disampaikan oleh badan intelijen AS dan sejumlah pejabat pemerintah.
Direktur Badan Intelijen Nasional AS, John Ratcliffe pada Rabu (22/10) mengatakan Rusia dan Iran berusaha mengintervensi pemilihan presiden tahun ini. Keduanya, menurut Ratcliffe, berupaya menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat AS terhadap sistem pemilihan presiden serta menyebarkan berita bohong demi mempengaruhi hasil pilpres.
Ratcliffe mengatakan peretas dari Rusia berusaha mendapatkan informasi para pemilih, sementara Iran mengirim surat elektronik palsu yang bertujuan mengintimidasi para pemilih. Walaupun demikian, para pejabat di pemerintahan AS itu menekankan mereka belum memiliki informasi kuat yang menunjukkan para peretas berniat mengganggu pemilihan presiden atau aktivitas pemerintah.
"Namun, pelaku peretas itu kemungkinan mencari akses untuk merusak (aktivitas pemerintah) di masa depan, misalnya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah AS dan mengurangi legitimiasi lembaga pemerintah (di tingkat pusat dan daerah)," demikian isi peringatan yang dikeluarkan oleh FBI.