Sabtu 24 Oct 2020 22:12 WIB

Eropa Kembali Terhantam Penyebaran Covid-19

Sebagian besar jalanan kota Eropa kembali sunyi.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Warga Paris mengenakan masker berjalan di belakang Menara Eiffel. Kenaikan kasus Covid-19 sebabkan pemerintah Prancis kembali memberlakukan jam malam tekan laju kasus.
Foto: EPA-EFE/IAN LANGSDON
Warga Paris mengenakan masker berjalan di belakang Menara Eiffel. Kenaikan kasus Covid-19 sebabkan pemerintah Prancis kembali memberlakukan jam malam tekan laju kasus.

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Sebagian besar kota di Eropa mengalami kesunyian. Baik di alun-alun kota, jalan-jalan, baik itu jalan raya yang lebar dan elegan seperti di Paris atau gang-gang berbatu di Roma, semua sepi akibat penyebaran virus Corona yang kembali meningkat jumlahnya.

Eropa menyumbang hampir 19 persen kematian global dan sekitar 22 persen kasus global. Inggris, Italia, Prancis, Rusia, Belgia, dan Spanyol menyumbang hampir dua pertiga dari sekitar 250 ribu kematian yang tercatat hingga saat ini dari total sekitar 8 juta kasus di seluruh Eropa.

Baca Juga

Pemerintah Eropa sekali lagi membatasi cara penduduk hidup dan bersosialisasi. Misalnya di Italia, passeggiata atau melakukan jalan-jalan adalah ritual setelah makan malam terpaksa harus ditiadakan.

Dengan turis dilarang memasuki Italia dari banyak negara selama pandemi, termasuk Amerika Serikat, pusat bersejarah Roma telah menjadi sangat sunyi. Anak muda yang biasa nongkrong sampai larut malam untuk nongkrong di alun-alun ikonik seperti Campo de 'Fiori era abad pertengahan dilarang mulai pukul 21.00 hingga tengah malam, saat jam malam di seluruh wilayah dimulai.

Kondisi serupa pun terjadi di jalan-jalan Paris dan kota-kota besar Prancis lainnya. Kondisi kota telah sepi pada malam hari setelah pihak berwenang memberlakukan jam malam sejak pukul 21.00 hingga 06.00.

Upaya pembatasan kegiatan malam dilakukan untuk mengurangi lonjakan infeksi virus Corona yang telah menyebabkan total satu juta infeksi teratas di Prancis. Tindakan itu telah membuat jalanan Paris menjadi sunyi dan gelap dengan hanya beberapa gerbong dan bus serta kereta bawah tanah yang hampir kosong masih beroperasi.

Sedangkan sebuah arkade besar dan luas di Brussel, Belgia, juga tidak menunjukan sesuatu yang berbeda dengan Italia dan Prancis. Kondisi serupa pun terjadi di London, Inggris, karena pembatasan baru yang lebih ketat telah diterapkan. Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, mengatakan Inggris tidak dapat bergantung pada vaksin dan perlu menggunakan tindakan lain untuk memperlambat pandemi.

Warga London hanya dapat keluar untuk makan atau minum bersama anggota rumah sendiri. Mereka yang suka bersantai di lantai dansa telah kecewa sejak Maret karena hiburan malam masih tertutup.

Sedangkan bar dan restoran di Barcelona, Spanyol, telah ditutup untuk meja dan layanan. Kondisi ini terjadi karena gelombang infeksi baru mendorong Spanyol melaporkan lebih dari satu juta total kasus.  Angka kematian sekitar 7,38 per 10 ribu orang adalah yang tertinggi di Eropa dan tertinggi kedua di dunia setelah Peru. Di kota timur laut Spanyol yang ramai, kini hanya bisnis pengiriman atau pengantaran yang diizinkan.

Berbeda dengan beberapa negara Eropa, ibu kota Rusia, Moskow, justru menunjukan hal berbeda, padahal wilayah ini menjadi kota dengan jumlah infeksi terkonfirmasi tertinggi di Eropa. Lebih dari 1,47 juta kasus dilaporkan di Rusia.

Berdasarkan laporan kematian rata-rata harian selama tujuh hari terakhir, Rusia melaporkan 250 kematian per hari, jumlah korban tertinggi di Eropa. Meski begitu jalanan ramai, hanya sedikit yang repot-repot memakai masker atau menjaga jarak yang aman. Mereka pun memadati restoran dan bar.

Menurut penghitungan Reuters, Eropa menjadi kawasan kedua setelah Amerika Latin yang melampaui 250 ribukematian pada Sabtu (24/10). Wilayah ini menghadapi rekor jumlah infeksi Covid-19 harian yang dilaporkan dalam dua minggu terakhir.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement