Selasa 27 Oct 2020 13:26 WIB

Pemimpin Hong Kong Kunjungi Beijing untuk Bahas Ekonomi

Hong Kong tengah menghadapi pukulan ekonomi akibat pandemi dan demo antipemerintah

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Chief Executive Hong Kong Carrie Lam.
Foto: AP/Kin Cheung
Chief Executive Hong Kong Carrie Lam.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Pemimpin kota Hong Kong Carrie Lam mengunjungi Beijing untuk membahas upaya membangkitkan kembali perekonomian pasca-pandemi. Perekonomian pusat keuangan Asia itu terpukul pandemi dan unjuk rasa antipemerintah.

Berbicara di konferensi pers mingguan, Lam mengatakan ia akan berangkat pada 3 November. Sebelum berkunjung ke Beijing ia akan melakukan tes Covid-19 di kota Shenzhen.

Baca Juga

"Kunjungan saya ke Beijing kali ini semata-mata urusan ekonomi mengingat situasi ekonomi yang sangat serius di Hong Kong," kata Lam, Selasa (27/10).

"Kami membutuhkan dukungan lebih banyak dari China daratan, terutama mengingat arah pergerakan Hong Kong harus lebih terintegrasi dengan China daratan terutama di Greater Bay Area," tambahnya.

Pemimpin Hong Kong yang didukung Beijing itu menunda pidato tahunannya yang harusnya disampaikan awal bulan ini. Ia harus mendatangi China daratan untuk membahas bagaimana pemerintah pusat dapat membantu perekonomian bekas koloni Inggris itu.

Lam mengatakan ia akan menyampaikan pidato tahunannya pada akhir November. Ia berulang kali menekankan pentingnya wilayah Greater Bay Area seperti Hong Kong, Makau, dan sembilan kota di Provinsi Guangdong sebagai pilar ekonomi.

Selain dampak pandemi virus corona, perekonomian Hong Kong juga terguncang oleh gelombang unjuk rasa anti-pemerintah yang menerpa kota itu sejak tahun lalu. Ini merupakan krisis politik terbesar sejak Inggris mengembalikan kota itu ke China tahun 1997.

Pada Juni Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong. Dengan hukum ini, pihak berwenang dapat menangkap dan menjatuhi vonis pada mereka yang dituduh melakukan pemberontakan, separatisme, dan berkolusi dengan pasukan asing.

Negara-negara Barat dan organisasi hak asasi manusia mengatakan undang-undang itu dapat menghancurkan kebebasan berekspresi di Hong Kong. Menurut pemerintah Hong Kong dan China, undang-undang itu diperlukan untuk membawa kestabilan di kota tersebut.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement