REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Natuna akan menjadi wilayah yang riskan. Terutama bila Amerika Serikat (AS) benar-benar berinvestasi di salah satu pulau terluar di Indonesia itu. "Bila kerja sama di Indo-Pasifiknya lancar, Natuna akan menjadi daerah yang sengit untuk konflik karena itu daerah yang head-to-head dengan Cina," kata Pengamat geopolitik internasional dari Universitas Bina Nusantara Aditya Permana Kamis (29/10).
Pada tahun ini menurut Aditya memang sudah ada tanda Natuna akan menjadi wilayah yang sarat konflik. Salah satunya ketika AS memperkuat kembali kemitraan strategis dengan Filipina bulan Juli lalu.
Pemerintah Presiden Filipina Rodrigo Duterte perpanjang The Visiting Forces Agreement (VFA) atau perjanjian kunjungan pasukan dengan AS di Filipina. Perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1988 tersebut, memberikan akses bagi pesawat dan kapal militer AS masuk ke Filipina."Jadi AS memiliki pangkalan militer yang tidak jauh dari situ, yang pasti akan mempengaruhi secara strategis, secara geopolitik, dalam konteks Natuna, dalam konteks antara Amerika dengan Indo-Pasifik, Cina dengan yang lainnya," kata Aditya.
Menurut Aditya investasi AS di Natuna akan menjadi langkah yang riskan untuk ditempuh. Tetapi baginya AS tidak akan membuat suatu pernyataan politik yang frontal di Natuna baik melibatkan aliansi atau sekutu maupun dari Washington sendiri.
Dalam pertemuan dengan Pompeo, Menlu Indonesia Retno kembali menawarkan Washington untuk melakukan investasi di pulau-pulau terluar Indonesia seperti Natuna. "Saya mendorong pengusaha AS berinvestasi lebih banyak di Indonesia termasuk di pulau-pulau terluar seperti Natuna," kata Retno.