REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono mengungkapkan Sejumlah fakta mengenai gempa berkekuatan 7,0 magnitudo yang mengguncang Provinsi Izmir, Turki, Jumat (30/10). Gempa berpusat di Laut Aegean dan tepatnya terasa hingga Ibu Kota Athena, Yunani dan Istanbul, salah satu kota terbesar Turki.
Gempa terjadi pada siang hari pada pukul 13.51 waktu setempat. Guncangan gempa ini dirasakan dalam wilayah yang luas seperti di Turki, Yunani, Bulgaria dan Makedonia Utara. Sedikitnya 20 orang meninggal dalam bencana ini akibat terjadinya kerusakan pada banyak bangunan rumah, bahkan gedung-gedung bertingkat di wilayah Izmir Turki juga mengalami kerusakan dan roboh.
“Episenter gempa ini terletak di Laut Aegean, tepatnya berada pada jarak 17 kilometer dari pesisir barat Turki. Mekanisme sumber gempa ini berupa patahan atau sesar dengan mekanisme pergerakan turun,” ujar Daryono dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id pada Sabtu (31/10).
Daryono menjelaskan gempa dipicu adanya aktivitas Sesar Sisam (Sisam Fault), sebuah sesar aktif dengan mekanisme pergerakan turun (normal fault) dengan panjang jalur sesar sekitar 30 km. Hingga saat ini sudah terjadi lebih dari 100 aktivitas gempa susulan (aftershocks) sejak terjadinya gempa utama (mainshock) dengan magnitudo terbesar 5,1.
Sesar Sisam dekat Pulau Samos ini ‘pecah’ dekat Menderes Graben, wilayah dengan sejarah panjang gempa dengan sesar turun (normal fault). Daryono mengatakan karena mekanisme patahannya yang bergerak turun dan hiposenter gempanya sangat dangkal hanya sekitar 6 kilometer, maka wajar jika gempa ini memicu terjadinya tsunami.
Kejadian tsunami akibat gempa ini didokumentasikan dengan baik oleh banyak alat pengukur pasang surut dan saksi mata di beberapa pulau di Yunani dan pantai di Turki. Tsunami lokal tampak tercatat di stasiun-stasiun tide gauge seperti stasiun Syros ±8 cm, Kos ±7 cm, Plomari ±5 cm dan Kos Marina ±4 cm. Sayangnya pantai terdekat pusat gempa tidak ditemukan catatan tide gauge, padahal tsunami ini juga menimbulkan kerusakan ringan di beberapa wilayah pantai Yunani dan Turki.
Tsunami lokal dengan skala kecil terjadi dan melanda daratan akibat kondisi topografi lokal pantai yang landai di dekat garis pantai sehingga mendukung terjadinya genangan di daratan. Hal ini berkaitan dengan morfodinamika pantai dan amplitudo pasang surut.
Daryono mengatakan, wilayah Laut Aegean secara historis adalah kawasan rawan gempa dan tsunami, dengan peristiwa tsunami terakhir adalah tsunami merusak di Bodrum, Turki akibat gempa berkekuatan 6,6 magnitudo pada 2017 lalu. Kerusakan akibat gempa ini sebagian besar terjadi pada kawasan permukiman yang terletak pada tanah lunak seperti di pesisir pantai dan cekungan dengan dataran alluvial yang lunak.
Sepanjang sejarah gempa, tercatat bahwa di sekitar Sesar Sisam ini sudah beberapa kali terjadi gempa kuat pada masa lalu seperti gempa pada 1904 berkekuatan 6,2 magnitudo dan gempa pada 1992 berkekuatan 6,0 magnitudo.
Daryono menyebut bahwa gempa Turki-Yunani saat ini harus menjadi pelajaran penting bagi semua orang yang tinggal di Indonesia. Hal itu karena wilayah Nusantara memiliki kondisi seismik aktif dan memiliki banyak jalur sesar aktif di dasar laut.
“Kewaspadaan terhadap gempa dan tsunami perlu terus ditingkatkan dengan memperkuat upaya mitigasinya baik mitigasi struktural dan non struktural,” jelas Daryono.