REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Ribuan loyalis Kerajaan Thailand menunjukkan dukungan dalam unjuk rasa terbesar mereka sejak gelombang demonstrasi pro-demokrasi menerpa negara Asia Tenggara itu tiga bulan yang lalu. Unjuk rasa dukungan itu digelar di depan Istana Raja di Bangkok.
"Ini saatnya kami keluar untuk melindungi kerajaan kami yang tercinta," kata Bin Bunleurit, seorang mantan bintang film yang menjadi sukarelawan loyalis Kerajaan, Jumat (1/11).
Pengunjuk rasa loyalis kerajaan muncul setelah demonstran pro-demokrasi tidak hanya menuntut pemerintah mundur. Tetapi juga mendesak wewenang raja direformasi.
"Semua orang berhak mengadvokasi perubahan apa pun yang mereka inginkan, tapi apa alasan mereka ingin mereformasi kerajaan?" kata Bin.
Kerajaan Thailand tidak mengeluarkan pernyataan apa pun sejak gelombang unjuk rasa pecah pada pertengahan Juni lalu. Pengunjuk rasa pro-demokrasi mengatakan wewenang Raja Maha Vajiralongkorn terlalu besar.
Mereka ingin kekuasaan raja untuk mengendalikan sejumlah unit militer dicabut. Demonstran juga mendesak kerajaan mengembalikan kekayaan negara sebesar miliaran dolar.
Pengunjuk rasa mengatakan Raja memboroskan uang negara dengan lama tinggal di Jerman. Menurut mereka, Kerajaan mengizinkan tentara mendominasi selama puluhan tahun dengan menerima kudeta seperti yang dilakukan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha pada 2014.
Unjuk rasa yang dipimpin mahasiswa dan siswa ini awalnya mendorong Prayuth mundur. Tapi menjadi tantangan politik terbesar bagi Kerajaan Thailand sejak monarki absolut dihapuskan tahun 1932.
Demonstrasi pro-demokrasi menarik puluhan ribu orang, lebih besar berkali-kali lipat dibandingkan loyalis Kerajaan. Meskipun, banyak petugas keamanan yang diminta untuk memakai kaos warna kuning, warna Kerajaan Thailand.
Salah satu pemimpin loyalis kerajaan, Suwit Thongprasert menyambut baik banyaknya orang yang berkumpul memberikan dukungan pada raja. "Ini sinyal bagi yang ingin menghapus monarki untuk memikirkan rakyat," katanya.
Pemerintah Prayuth sudah melarang unjuk rasa sejak bulan lalu. Banyak pemimpin pro-demokrasi ditangkap petugas. Namun larangan berkumpul dengan alasan pandemi virus corona itu ditarik kembali setelah semakin banyak orang yang ikut unjuk rasa di Bangkok.