REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Dalam upaya untuk memperbaiki apa yang ia katakan sebagai kesalahpahaman tentang niat Prancis di dunia Muslim, Macron memberi kesempatan wawancara kepada jaringan televisi Arab Al Jazirah. Dalam wawancara tersebut, Macron berusaha menjelaskan kondisi negaranya dan juga perannya sebagai pemimpin negara.
"Saya memahami sentimen yang diungkapkan dan saya menghormati mereka. Namun Anda juga harus memahami peran saya sekarang, mempromosikan ketenangan dan juga melindungi hak-hak ini (kebebasan berbicara)," kata Macron dilansir Aljazirah, Ahad (1/11).
Macron mengaku akan selalu membela negaranya akan prinsip kebebasan berbicara, menulis, berpikir, dan menggambar. Meskipun kini ia menyadari pembelaannya terhadap karikatur Nabi Muhammad telah membuat marah umat Muslim di seluruh dunia.
Karikatur itu, ujar Macron, bukan proyek pemerintah tapi muncul dari surat kabar bebas dan independen yang tidak berafiliasi dengan pemerintah. Namun Macron membela penerbitan ulang karikatur tersebut yang menandai pembukaan persidangan atas serangan mematikan terhadap staf majalah Charlie Hebdo pada 2015 lalu, ketika kartun Nabi dipublikasikan pertama kali di Paris.
Macron juga mengulangi pembelaannya ketika kartun Nabi Muhammad tersebut kembali digunakan seorang guru di kelas untuk diskusi tentang kebebasan berbicara. Guru tersebut kemudian meninggal dunia pada 16 Oktober setelah dipenggal kepalanya oleh Abdullah Anzorov.
Nabi Muhammad merupakan sosok yang sangat dihormati oleh umat Islam dan segala jenis penggambaran visual dilarang dalam Islam. Karikatur yang dimaksud dipandang oleh mereka sebagai ofensif dan Islamofobia karena dianggap mengaitkan Islam dengan terorisme.
“Saat ini di dunia ada orang yang mendistorsi Islam dan atas nama agama yang mereka klaim untuk dibela, mereka membunuh, mereka membantai. Hari ini ada kekerasan yang dilakukan oleh beberapa gerakan ekstremis dan individu atas nama Islam,” kata Macron.
“Tentu ini menjadi masalah bagi Islam karena umat Islam adalah korban pertama,” tambahnya.
Analis politik senior Al Jazirah Marwan Bishara mengatakan komentar Macron tampaknya menjadi upaya untuk mengklarifikasi posisi dia dalam masalah yang penting bagi Prancis dan dunia Muslim.
“Tidak ada yang menjadi pemenang dan jika ada yang kalah akan ada banyak Muslim di Eropa. Jadi, menjadi kepentingan semua orang jika presiden Prancis tulus tentang kontekstualisasi dan tentang mundur beberapa hal yang dia katakan - bahwa dia sekarang mengerti dengan jelas bahwa hal itu kontroversial dan dia tidak bermaksud mengkritik Islam sebagai agama - yang seharusnya mulai meningkatkan suasana antara Prancis, Eropa, dan dunia Muslim," kata Bishara.
Umat Muslim di Prancis mengutuk pembunuhan guru tersebut. Mereka juga mengungkapkan kekhawatiran akan hukuman kolektif di tengah tindakan keras pemerintah yang menargetkan organisasi Islam dan serangan oleh kelompok main hakim sendiri di masjid.
Pernyataan Macron juga sejauh ini telah memicu kemarahan Muslim di seluruh dunia. Puluhan ribu orang dari Pakistan, Bangladesh, hingga wilayah Palestina bergabung dalam protes anti-Prancis. Saat perdebatan tentang Islam dan kebebasan berekspresi semakin dalam dalam beberapa pekan terakhir, banyak pejabat dan pengunjuk rasa di negara-negara mayoritas Muslim mengeluarkan seruan untuk memboikot produk buatan Prancis.