Senin 02 Nov 2020 20:11 WIB

Normalisasi Sudan dan Arab dengan Israel, Nasib Palestina?

Normalisasi Sudan dan Arab dengan Israel berdampak pada politik Timur Tengah

Presiden AS Donald Trump mengumumkan normalisasi Sudan-Israel di Gedung Putih, Jumat (23/10). Pejabat senior PLO menyebut Sudan menusuk Palestina dari belakang.
Foto:

Fenomena normalisasi Arab-Israel telah bergulir dan membuat konstelasi politik Timur Tengah pun lambat laun sedikit berubah. Orientasi politik yang dibangun beberapa negara Arab, seperti UEA, Bahrain, dan Sudan pun berbeda, yakni menyangkut persoalan ekonomi. Meskipun, kepentingan Palestina tidak ditinggalkan dalam keputusan penting tersebut.  

Jika fenomena normalisasi Arab-Israel pun akan terus terjadi dan semakin banyak negara Arab yang melakukannya. Maka, hal yang terpenting, hak-hak dan apa yang mesti Palestina dapatkan harus terpenuhi. Tanpa ada lagi tindak penindasan dan upaya aneksasi atas Tepi Barat. Skenario normalisasi tetap berjalan, tetapi kepentingan Palestina tetap harus diperjuangkan dan dicari solusi terbaik.

Namun, jika upaya normalisasi Arab-Israel hanya sebuah "intrik politik" Amerika Serikat-Israel. Tentu, situasi ini hanya mementingkan dalam negeri beberapa negara yang menormalisasi dengan Israel semata. Bahkan, kebijakan yang diambil pun akan memberikan dampak negatif bagi keberlangsungan perjuangan Palestina.

photo
Tentara Israel menembakkan gas air mata ke arah warga Palestina selama sholat selama demonstrasi menentang permukiman Israel di desa Be Dajan dekat kota Nablus, Tepi Barat utara, Jumat (9/10/2020). - (EPA-EFE/ALAA BADARNEH)

Tampaknya, kondisi sulit ini harus segera diajukan solusinya. Jika keberlanjutan normalisasi tetap bergulir. Maka, dialog dan diskus intensif antar negara dalam menemukan titik konklusi yang nyata harus dilakukan.

Mengingat peran dan kontribusi Liga-liga Arab dalam persoalan normalisasi pun dipertanyakan, maka kesepakatan normalisasi seharusnya mampu direspons dengan baik dan permasalahan konflikt Israel-Palestina mampu diurai bersama.  

Tetapi, jika normalisasi Arab-Israel atas pasar keuntungan masing-masing negara yang telah menyepakati keputusan tersebut. Maka, hal itu tidak jauh akan mengupayakan persoalan ekonomi dan meniadakan persoalan kemanusiaan, bahkan penindasan akan terus merajalela.

Untuk itu, normalisasi harusnya menjadi jawaban atas persoalan konflik Israel-Palestina, bukan malah menjadi masalah baru bagi stabilitas keamanan Timur Tengah. Jika hal itu terjadi, maka pelbagai kompleksitas dan konflik kawasan tidak akan pernah usai. 

 

*Mahasiswa Kajian Timur Tengah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement