REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan pada Rabu (4/11) bahwa pihaknya tidak peduli tentang siapa yang akan menjadi presiden Amerika Serikat (AS), tetapi menunggu kebijakan masa mendatang negara itu agar patuh pada hukum dan perjanjian internasional.
"Bagi Iran, kebijakan pemerintahan AS yang berikutnya adalah hal yang penting--bukan soal siapa yang memenangkan pemilu di AS," kata Rouhani dalam rapat kabinet yang disiarkan di televisi.
"Kami ingin dihargai, bukan menjadi sasaran sanksi (oleh AS). Tidak masalah siapa yang memenangkan pemilu AS, (...) untuk kami, kebijakan dan prinsip adalah hal yang penting," ujar Rouhani menambahkan.
Di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, pada 2018, AS keluar dari perjanjian nuklir Iran 2015 serta menjatuhkan sanksi yang memberatkan kondisi perekonomian Iran. Sebagai balasan, Iran secara bertahap mengurangi kepatuhannya terhadap perjanjian itu.
Sementara Joe Biden, rival Trump pada pemilu presiden kali ini, berjanji untuk bergabung kembali dengan enam negara kekuatan dunia dalam perjanjian nuklir tersebut jika Iran juga kembali mematuhinya.
Di sisi lain, Trump juga menyebut bahwa ia ingin melancarkan perjanjian baru dengan Iran yang akan menyasar program rudal negara itu dan mendukung proksi kawasan, yakni di Irak, Suriah, Lebanon, dan Yaman. Bagaimanapun Iran tidak bersedia melakukan negosiasi apapun terkait hal itu, kecuali AS terlebih dahulu masuk kembali dalam kesepakatan nuklir awal.