REPUBLIKA.CO.ID, PARIS - Kartun penghinaan oleh majalah Charlie Hebdo tentang Nabi Muhammad dan Islam mirip dengan yang digambar tentang orang Yahudi pada tahun 1930-an di majalah sayap kanan atau Nazi Jerman, kata seorang sosiolog Prancis.
Berbicara kepada Anadolu Agency, Raphael Liogier, profesor di Institut d'etudes politiques d'Aix-en-Provence, mengatakan kartun yang diterbitkan oleh majalah itu mengandung kebencian terhadap Muslim.
"Saya yakin kartun ini penuh kekerasan," kata Liogier.
“Ada kesamaan antara orang Yahudi di tahun 1930-an dan apa yang dilakukan terhadap Muslim hari ini. Kartun ini mirip dengan yang digambar tentang orang Yahudi di tahun 1930-an di majalah sayap kanan atau Nazi Jerman,” ungkap dia.
Mengenai pemikirannya tentang pernyataan anti-Islam Presiden Prancis Emmanuel Macron baru-baru ini, Liogier mengatakan program liberalisasi oleh Macron mengarah ke anti-Islam selama bertahun-tahun.
“Apalagi sejak Oktober tahun lalu, ideologi Macron sudah bergeser ke anti-Islam. Suasana populis telah tercipta di negara ini dengan politik yang diikuti Macron baru-baru ini. Menteri Macron bergeser ke politik anti-Islam dan sayap kanan,” kata Liogier.
“Macron dipengaruhi oleh lingkarannya dan ingin menunjukkan bahwa dia prihatin dengan masalah Islam di negara ini. Macron perlu menunjukkan bahwa dia memiliki masalah [dengan Islam] menjelang pemilu,” imbuh dia.
Liogier memperingatkan soal iklim kecurigaan publik terhadap populasi Muslim di negara itu.
“Tidak ada yang berbicara tentang serangan yang dilakukan oleh organisasi sayap kanan Generation Identitaire di Prancis. Mereka terorganisir dengan baik di Eropa,” tutur dia.
“Meski organisasi seperti ini diabaikan, fokus pemerintah ada pada tempat yang salah. Ini adalah hasil dari mentalitas paranoid,” tambah Liogier.
Seorang pria yang ditembak mati oleh polisi di kota Avignon Prancis setelah menuduh orang yang berlalu-lalang diduga dari kelompok sayap kanan anti-Muslim, lapor media lokal pada Jumat.
Laporan awal tentang serangan minggu lalu di Avignon di media lokal dan internasional secara keliru mengklaim bahwa tersangka adalah seorang “Islamis” yang meneriakkan “Allahu Akbar” di jalanan.
Sumber polisi mengatakan kepada harian Prancis Le Figaro bahwa tersangka telah menjalani perawatan kejiwaan dan diyakini sebagai anggota kelompok sayap kanan Generation Identitaire.
Namun, jaksa mengesampingkan penyelidikan terkait terorisme terhadap pelaku penyerangan.
Generation Identitaire adalah cabang generasi anti-migran, xenophobia, Identitas Generasi, yang telah menarik kaum muda melalui media sosial, mengeksploitasi ketakutan atas pengungsi dan terorisme.
Anggota utamanya telah menyebarkan gagasan supremasi kulit putih dan teori konspirasi anti-Muslim dan rasis.