REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Joe Biden mengalahkan pejawat Donald Trump dalam persaingan memperebutkan kursi kepresidenan Amerika Serikat. Kepastian Biden sebagai presiden AS terpilih terjadi setelah tiga hari penuh ketidakpastian dalam perhitungan surat suara.
Menurut laporan Reuters, Biden bisa mengambil alih Gedung Putih usai melewati 273 suara elektoral berkat sumbangan suara pendukungnya di Pennsylvania pada Sabtu (7/11) waktu setempat, sementara Trump hanya 214. Selisih suara yang didapatkan kandidat dari Partai Demokrat dari Pennsylvania itu bisa bertambah karena surat suara masih terus dihitung.
Biden yang merupakan wakil presiden Barack Obama itu mengalahkan Donald Trump di negara-negara bagian yang menentukan. Kemenangan Biden sekaligus menjadikan Kamala Haris sebagai wakil presiden Amerika Serikat pertama yang berkulit hitam dan keturunan Asia Selatan.
Hasil penghitungan suara pilpres 2020 menjadi yang paling lama sejak tahun 2000. Itu terjadi karena petugas pemungutan suara masih terus menghitung suara yang dikirimkan melalui surat di tengah upaya menghindari kerumunan besar di tengah pandemi Covid-19.
Saat penghitungan suara dilakukan, Biden mencoba meredakan ketegangan dan memproyeksikan citra kepemimpinan presiden. Ia tampaknya ingin mendinginkan suhu negara yang memanas dan terpecah belah.
“Kita harus ingat bahwa tujuan politik kita bukanlah peperangan yang tiada henti dan tak henti-hentinya. Pekerjaan bangsa kita bukanlah untuk mengobarkan api konflik, tetapi untuk memecahkan masalah, untuk menjamin keadilan, untuk memberikan kesempatan yang adil kepada semua orang," kata Biden Jumat malam di Delaware, seperti dikutip AP.