Rabu 11 Nov 2020 19:48 WIB

Survei: Masih Ada Skeptisme Soal ASEAN-China

Pemerintah dan pelaku bisnis justru lebih optimistik dibanding masyarakat sipil.

 Suasana pertemuan tingkat menteri luar negeri ASEAN dan China, 9 September 2020.
Foto: LUONG THAI LINH/EPA-EFE
Suasana pertemuan tingkat menteri luar negeri ASEAN dan China, 9 September 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasa skeptis ternyata masih ada dalam hubungan antara ASEAN dan China. Hal ini terungkap dalam survei oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) bertema “ASEAN-China Survey 2020: Assessing the Present and Envisioning the Future of ASEAN-China Relations” yang dirilis Rabu (11/11). 

"Sejumlah skeptisme masih hadir dalam pemikiran sejumlah segmen masyarakat ASEAN," demikian dalam keterangan FPCI yang diterima Republika

Menurut FPCI, pemikiran skeptis itu harus menjadi unsur yang bisa membangun hubungan lebih kuat antara ASEAN dan China. Masyarakat ASEAN menyambut baik kerja ekonomi lebih kuat dengan China, seperti dalam proyek Belt and Road Initiative (BRI) yang digagas China. Namun, sejumlah elemen dalam masyarakat ASEAN percaya bahwa kerja sama itu harus terus ditinjau terus-menerus untuk memastikan agar menguntungkan kedua pihak. 

"Ada keprihatinan tentang sikap sentralitas ASEAN dan interaksi dengan China akan mempengaruhi kedaulatan negara-negara ASEAN," demikian papar FPCI. 

Uniknya, hasil survei menunjukkan para pemangku kepentingan seperti pihak pemerintah dan pelaku bisnis menilai hubungan ASEAN dan China lebih optimistik. Namun, di kalangan masyarakat sipil justru menunjukkan skeptisme yang tinggi.

Namun, tak semua bermakna negatif. Secara umum hubungan ASEAN dan China menguntungkan kedua pihak. Kerja sama itu juga dinilai berkontribusi positif pada perdamaian, stabilitas, dan kemajuan kawasan. 

Survei ini digelar dengan mengirimkan lebih dari 2.000 surat elektronik pada 28 Juli hingga 23 September. Respons yang diterima berasal dari 1.000 responden dari semua anggota ASEAN yaitu Indonesia, Brunei, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

Para responden yang mewakili "pemimpin saat ini" antara lain aparat pemerintah, akademisi, pelaku bisnis, dan masyarakat sipil. Sedangkan untuk mewakili "pemimpin masa depan", para responden adalah mahasiswa. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement