Kamis 12 Nov 2020 17:45 WIB

Iran Desak Israel dan Saudi Transparan Soal Aktivitas Nuklir

Duta Besar Iran untuk PBB desak Saudi dan Israel transparan soal aktivitas nuklirnya

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
PM Israel Netanyahu memperingatkan dunia tentang ancaman senjata nuklir Iran
Foto: Reuters
PM Israel Netanyahu memperingatkan dunia tentang ancaman senjata nuklir Iran

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht-Ravanchi mendesak Arab Saudi dan Israel agar transparan terhadap aktivitas nuklirnya. Dia menekankan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) harus menjaga independensi, netralitas, dan profesionalisme.

"Jika Arab Saudi mencari program atom damai, ia harus bertindak transparan dan memungkinkan inspektur IAEA untuk memverifikasi pekerjaan nuklirnya," kata Takht-Ravanchi pada pertemuan Sidang Umum PBB tentang laporan tahunan IAEA, dikutip laman Iran Front Page pada Kamis (12/11).

Baca Juga

Dia kemudian menyoroti Israel yang belum bergabung dengan Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT). Sejauh ini Tel Aviv pun masih menolak mengizinkan kegiatan nuklirnya diverifikasi. Takht-Ravanchi mendesak IAEA mengadopsi pendekatan independen dan profesional untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Dia mencatat tahun lalu 22 persen dari total inspeksi IAEA dilakukan di Iran. “Bahkan di puncak wabah virus corona, aktivitas badan tersebut di Iran tidak berhenti,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, dia menolak pembatasan apa pun pada kegiatan nuklir damai. Takht-Ravanchi menyoroti peran penting energi nuklir dalam mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial negara.

Menurutnya penting untuk mengatur energi nuklir dalam NPT dan Statuta IAEA. Dia mengatakan salah satu tugas IAEA adalah untuk mempromosikan penggunaan energi nuklir secara damai dan meningkatkan kerja sama internasional di antara negara-negara anggota dalam hal itu.

“Dengan melakukan banyak upaya dan investasi di bidang ini, Republik Islam Iran telah memperoleh pencapaian yang signifikan dan, saat ini, menggunakan energi nuklir dalam domain pembangkit listrik, kedokteran, pertanian, dan industri,” kata Takht-Ravanchi.

Dia menggarisbawahi bahkan kekhawatiran proliferasi seharusnya tidak membatasi hak negara anggota untuk penggunaan energi nuklir secara damai. "Karena itu, setiap upaya untuk membatasi penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai harus ditolak," ucapnya.

Takht-Ravanchi turut menyinggung tentang kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Menurut dia, dengan mundurnya Amerika Serikat (AS) dari kesepakatan tersebut dan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran, Washington telah gagal mematuhi Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231. Dengan demikian, Iran menikmati hak-hak yang ditetapkan dalam resolusi tersebut.

“JCPOA, sebagai pencapaian multilateral penting yang menikmati dukungan internasional yang tak tergoyahkan, berada di bawah tekanan kuat karena tindakan sepihak Amerika Serikat,” Takht-Ravanchi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement