REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris mengecam proyek permukiman baru Israel di Yerusalem Timur, tepatnya di Givat Hamatos. Ia menyerukan agar proses menuju pembangunan ditangguhkan.
Menteri Inggris untuk Timur Tengah dan Afrika Utara James Cleverly mengatakan keputusan Israel memajukan pembangunan 1.257 rumah di Givat Hamatos dapat melanggar hukum internasional. Di sisi lain, hal itu dapat menyebabkan kerusakan serius pada prospek pembentukan negara Palestina yang layak.
"Inggris mengecam keputusan ini yang tidak sesuai dengan tujuan perdamaian yang dideklarasikan Israel, dan menyerukan agar proses tender serta kemajuan permukiman lain di Yerusalem Timur dan tempat lain di Tepi Barat untuk segera ditangguhkan," kata Cleverly pada Rabu (18/11), dikutip laman Anadolu Agency.
Seruan serupa dilontarkan enam anggota Uni Eropa yang duduk di Dewan Keamanan PBB, yakni Belgia, Estonia, Prancis, Jerman, Irlandia, dan Norwegia. "Kami sangat khawatir dengan keputusan otoritas Israel untuk membuka proses penawaran untuk pembangunan unit perumahan untuk pemukiman yang sama sekali baru di Givat Hamatos," kata mereka dalam sebuah pernyataan bersama.
Mereka mendesak Israel membatalkan proyek di Givat Hamatos. Selain iitu, Tel Aviv diminta menghentikan semua ekspansi permukiman di wilayah Palestina yang diduduki. Mereka menegaskan bahwa permukiman Israel di sana ilegal menurut hukum internasional.
Pada Ahad (15/11) lalu, The Israel Land Authority (ILA) telah membuka tender bagi para kontraktor untuk proyek pembangunan 1.257 rumah di daerah Givat Hamatos. Penawaran bakal berakhir pada 18 Januari. Kendati demikian ILA tidak merilis tanggal tentang kapan pembangunan akan dimulai.
Juru bicara kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeineh telah melayangkan protes dan kecaman atas rencana proyek tersebut. Menurut dia, rencana itu merupakan kelanjutan dari upaya Israel untuk melenyapkan solusi dua negara yang didukung secara internasional. Di sisi lain, Israel kembali secara terang-terangan mengabaikan semua resolusi internasional yang menegaskan ilegalitas permukiman.
"Tawaran lanjutan pemerintah pendudukan untuk unit perumahan permukiman baru tidak akan mengubah fakta bahwa semua permukiman pasti akan berakhir, dan bahwa permukiman ini ilegal serta melanggar semua keputusan dan hukum internasional," kata Rudeineh.