Jumat 20 Nov 2020 04:45 WIB

Sepertiga Warga Korsel Anggap Covid-19 Penyebab Kecemasan

Survei menunjukkan warga Korsel kelalahan atas pandemi Covid-19 yang berkepanjangan

Rep: Rizky Surya/ Red: Christiyaningsih
Survei menunjukkan warga Korsel kelalahan atas pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Ilustrasi.
Foto: AP/Andy Wong
Survei menunjukkan warga Korsel kelalahan atas pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Satu dari tiga warga Korea Selatan (Korsel) memilih wabah Covid-19 sebagai sumber kecemasan terbesar tahun ini dalam survei terbaru. Survei itu menggarisbawahi kegelisahan orang-orang atas pandemi virus corona baru.

Dilansir kantor berita Bernama pada Kamis (19/11), jajak pendapat dilakukan oleh Badan Statistik Korea. Isinya menunjukkan 32,8 persen dari yang disurvei menganggap munculnya wabah baru sebagai ancaman terbesar bagi masyarakat. Angka ini naik tajam 29,9 poin persentase dari 2,9 persen yang dihitung dua tahun sebelumnya. Terlepas dari jenis kelamin, usia, pendidikan dan tingkat pendapatan, kemunculan penyakit baru dipilih sebagai faktor nomor satu yang mengancam masyarakat.

Baca Juga

Faktor penyebab kecemasan lain menurut survei tersebut ialah situasi ekonomi yang tidak stabil berada di peringkat kedua dengan 14,9 persen, diikuti oleh kejahatan dengan 13,2 persen. Badan statistik melakukan survei sosial dua tahunan pada sekitar 38 ribu orang berusia 13 tahun atau lebih atas masalah keluarga, pendidikan, kejahatan, dan masalah sosial lainnya antara 13 Mei dan 28 Mei.

Hasilnya mencerminkan kelelahan warga Korsel atas pandemi Covid-19 yang berkepanjangan sejak negara itu melaporkan kasus pertama  pada 20 Januari. Korsel melaporkan 313 lebih banyak kasus virus corona, termasuk 245 infeksi lokal, pada Rabu ini sehingga meningkatkan total infeksi menjadi 29.311.

Di sisi lain, tiga dari lima warga Korsel berpikir pasangan bisa hidup bersama tanpa menikah. Jajak pendapat tersebut mengatakan 59,7 persen dari mereka yang disurvei mendukung kohabitasi, naik dari 56,4 persen yang dihitung dua tahun sebelumnya. Tampilan untuk pro-kohabitasi telah meningkat sejak 2012 ketika tingkat yang sesuai mencapai 45,9 persen.

Survei tersebut juga menunjukkan 30,7 persen merasa mereka bisa punya bayi tanpa menikah, naik dari 30,3 persen pada 2018. Porsi warga Korsel yang menganggap pernikahan itu penting mencapai 51,2 persen tahun ini, naik 3,1 poin persentase dari dua tahun lalu.

Akan tetapi lebih banyak orang Korea yang terbuka untuk bercerai. Porsi orang yang menentang perceraian turun menjadi 30,2 persen pada 2020 dari 33,2 persen pada 2018, kata survei tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement